Selain dengan sebutan Ahlus Sunnah atau Ahlus Sunnah wal
Jama'ah, Ahlul Haq dinamai pula Ahlul Hadits, Ashabul Hadits, atau Ahlul
Atsar. Nama itu telah dipergunakan sejak masa sahabat terkait dengan
washiyat Rasul untuk memuliakan para pelajar hadis yang dikenal dengan
sebutan washiyyatur Rasul. Hal itu tercermin dalam ucapan Abu Sa'id al-Khudriy sebagai berikut:
مَرْحَبًا
بِوَصِيَّةِ رَسُوْلِ اللهِ أَوْصَانَا رَسُوْلُ اللهِ أَنْ نُوَسِّعَ
لَكُمْ فِي الْمَجْلِسِ وَأَنْ نُفْهِمَكُمُ الْحَدِيْثَ فَإِنَّكُمْ
خُلُوْفُنَا وَأَهْلُ الْحَدِيْثِ بَعْدَنَا
‘Marhaban bi
washiyyatir Rasulillah (selamat datang wasiat Rasul)’ Rasulullah saw.
telah berwasiat kepada Kami agar memberi kelapangan/keleluasaan bagi
kalian di majlis ilmu dan memberi pemahaman tentang suatu hadis pada
kalian. Karena kalian generasi pengganti kami (pada masa mendatang) dan
ahli hadits setelah kami".(H.r. al-Khatib al-Baghdadi dalam Syarf Ashhabul Hadits, hal 22)
Di samping itu terkait pula dengan sabda Rasul:
لَا
تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِينَ لَا
يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
Akan
tetap ada sekelompok dari umatku di atas kebenaran. Tidak merugikan
mereka orang-orang yang mengacuhkan (membiarkan, tidak menolong) mereka
sampai datangnya ketetapan Allah (hari kiamat). H.r. Muslim, Ahmad, Abu
Dawud, dan Ibnu Majah (Lihat, Shahih Muslim, III:1523, Musnad Imam Ahmad V:278-279, Sunan Abu Dawud IV:420, dan Sunan Ibnu Majah I:4-5. Dan redaksi ini versi riwayat Ahmad)
Penamaan
itu terus berlanjut hingga abad ke-3 H/9 M. Hal tercermin dari
keterangan para ulama yang hidup pada masa-masa itu, terkait dengan
sabda Rasul di atas, antara lain:
- Abdullah bin Mubarak (w. 181 H/797 M), berkata :
هُمْ عِنْدِيْ أَصْحَابُ الْحَدِيْثِ
"Mereka menurutku adalah Ashabul Hadits." H.r. al-Khatib al-Baghdadi (Lihat, Syarf Ashhabul Hadits, hal 26)
- Yazid bin Harun (w. 206 H/821 M) dan Ahmad bin Hanbal (w. 241 H/855 M) berkata:
إِنْ لَمْ يَكُوْنُوْا أَصْحَابَ الْحَدِيْثِ فَلاَ أَدْرِيْ مَنْ هُمْ
"Kalau mereka bukan Ashabul Hadits, aku tidak tahu siapa mereka." (Ibid. hal 26 dan 27)
- Imam Ali Ibnul Madini (w. 234 H/848 M) dan al-Bukhari (w. 256 H/869 M) berkata:
هُمْ أَصْحَابُ الْحَدِيْثِ
"Sesungguhnya mereka adalah Ashabul Hadits" (Ibid., hal 27)
Ahmad
bin Sinan (w. 258 H/871 M) cenderung menyebut mereka Ashabul Atsar.
(Ibid., hal 27) Sedangkan Imam al-Asy’ari (w. 324 H/935 M) dalam kitab Maqalat al-Islamiyyin menyebut Ahlul Hadits was Sunnah. (Lihat, Maqalat al-Islamiyyin, I:320) Sementara dalam kitabnya yang lain al-Ibanah, mempergunakan sebutan Ahlul Haq was Sunnah.
Penamaan
itu semakin populer terutama setelah munculnya aliran kalam yang
menetapkan kebenaran akidah atas dasar akal pikiran atau logika, bahkan
sebagiannya mendahulukan akal atas hadis Rasul dalam bidang tersebut.
Maka tampilah Ahlul Hadits untuk membela dan membersihkan akidah
islamiyah dari penyelewengan, kedustaan dan takwil-takwil ahli bid'ah.
Karena itu hampir semua Ashabul Hadits, baik dari kalangan fuqaha' (ahli
fikih), mufassir (ahli tafsir) maupun seluruh ulama-ulama dari Ahlul
Hadits menulis kitab-kitab sunnah serta membantah aqidah dan
pemahaman-pemahaman bid'ah yang sesat. Dengan demikian nama itu
disematkan sebagai pembeda dari Ahlul Kalam. Hal itu tersirat dalam
perkataan para ulama sebagai para saksi zaman itu, sebagai berikut:
- Sufyan at-Tsauri (w. 161 H/777 M) berkata:
إِنَّمَا
الدِّيْنُ بِالآثَارِ لَيْسَ بِالرَّأْيِ إِنَّمَا الدِّيْنُ بِالآثَارِ
لَيْسَ بِالرَّأْيِ إِنَّمَا الدِّيْنُ بِالآثَارِ لَيْسَ بِالرَّأْيِ
"Agama
itu tiada lain berdasarkan atsar (sunah) bukan berdasarkan akal. Agama
itu tiada lain berdasarkan atsar (sunah) bukan berdasarkan akal. Agama
itu tiada lain berdasarkan atsar (sunah) bukan berdasarkan akal." H.r.
al-Khatib al-Baghdadi (Lihat, Syarf Ashhabul Hadits, hal. 6)
- Harun al-Rasyid (berkuasa 170-193 H/786-809 M) berkata:
طَلَبْتُ
أَرْبَعَةً فَوَجَدْتُهَا فِي أَرْبَعَةٍ طَلَبْتُ الْكُفْرَ فَوَجَدْتُهُ
فِي الْجَهْمِيَّةِ وَطَلَبْتُ الْكَلاَمَ وَالشَّغَبَ فَوَجَدْتُهُ فِي
الْمُعْتَزِلَةِ وَطَلَبْتُ الْكَذِبَ فَوَجَدْتُهُ عِنْدَ الرَّافِضَةِ
وَطَلَبْتُ الْحَقَّ فَوَجَدْتُهُ مَعَ أَصْحَابِ الْحَدِيْثِ
"Aku
cari empat perkara maka aku dapati hal itu pada empat kelompok. Aku cari
kekufuran, maka aku dapati pada Jahmiyyah. Aku cari kalam (perdebatan
akidah) dan kekacauan maka aku dapati pada Mu'tazilah. Aku cari
kedustaan, maka aku dapati pada Syiah Rafidhah. Dan Aku cari kebenaran,
maka aku dapati bersama Ashabul Hadits" (Ibid., hal. 28)
- Imam Ali Ibnul Madini (w. 234 H/848 M) berkata tentang thaifah manshurah:
هُمْ
أَهْلُ الْحَدِيْثِ وَالَّذِيْنَ يَتَعَاهَدُوْنَ مَذَاهِبَ الرَّسُوْلِ
وَيَذُبُّوْنَ عَنِ الْعِلْمِ لَوْلاَهُمْ لَمْ تَجِدْ عِنْدَ
الْمُعْتَزِلَةِ وَالرَّافِضَةِ وَالْجَهْمِيَّةِ وَأَهْلُ الإِرْجَاءِ
وَالرَّأْيِ شَيْئًا مِنَ السُّنَنِ
"Mereka adalah Ashabul Hadits
dan orang-orang yang memperhatikan ketetapan-ketetapan Rasul dan membela
serta mempertahankan ilmu itu. Andaikata tidak ada mereka, maka kamu
tidak akan mendapatkan sedikit pun sunah Rasul pada Mu'tazilah,
Rafidhah, Jahmiyyah, Murjiah, dan Ahlul Kalam." (Ibid., hal. 10)
Selain
dengan nama-nama di atas, Ahlul Haq dinamai pula as-Salaf as-Shaleh,
Salafiyyah, dan Salafiy. Penamaan as-Salafus Shaleh sebenarnya telah
dipergunakan sejak masa sahabat hingga kemunduran mu'tazilah (abad ke-3
H/ke-9 M). Hal itu tercermin pada ucapan para ulama yang hidup pada
masa-masa itu, antara lain
- Anas bin Malik (w.93 H/711 M) berkata:
لَوْ
أَنَّ رَجُلاً أَدْرَكَ السَّلَفَ الأَوَّلَ ثُمَّ بُعِثَ الْيَوْمَ مَا
عَرَفَ مِنَ الإِسْلاَمِ شَيْئًا قَالَ : وَوَضَعَ يَدَهُ عَلَى خَدِّهِ
ثُمَّ قَالَ : إِلاَّ هذِهِ الصَّلاَةَ ثُمَّ قَالَ : أَمَّا وَاللهِ عَلَى
ذلِكَ لِمَنْ عَاشَ فِي النُّكْرِ وَلَمْ يُدْرِكْ ذلِكَ السَّلَفَ
الصَّالِحَ فَرَأَى مُبْتَدِعًا يَدْعُوْ إِلَى بِدْعَتِهِ وَرَأَى صَاحِبَ
دُنْيَا يَدْعُوْ إِلَى دُنْيَاهُ فَعَصَمَهُ اللهُ مِنْ ذلِكَ وَجَعَلَ
قَلْبَهُ يَحِنُّ إِلَى ذلِكَ السَّلَفِ الصَّالِحِ يَسْأَلُ عَنْ
سُبُلِهِمْ وَيَقْتَصُّ آثَارَهُمْ وَيَتَّبِعُ سَبِيْلَهُمْ لِيُعَوِّضَ
أَجْرًا عَظِيْمًا وَكَذلِكَ فَكُوْنُوْا إِنْ شَاءَ اللهُ
“Kalau
seandainya seorang laki laki sezaman dengan as-Salaf yang awal, lantas
dia diutus pada hari ini, maka ia tidak akan mengenal Islam sedikitpun
-sambil meletakan tangannya di pipinya, lalu dia kembali berkata-
kecuali salat ini.” Kemudian beliau berkata, “Adapun selanjutnya- demi
Allah atas yang demikian- bagi yang hidup pada zaman ini, dan tidak
sezaman dengan as-Salaf as-Shalih, maka dia akan melihat dimana seorang
ahlu bid`ah menyeru kepada bid`ahnya, dan dia lihat juga ahlu dunia
mengajak kepada dunianya, namun dia dipelihara oleh Allah dari hal itu.
Allah jadikan hatinya terpaut dengan generasi as-Salaf as-Shalih
tersebut sambil dia memohon kepada Allah untuk selalu berada diatas
jalan mereka, berpedoman kepada atsar-atsar dan mengikuti jalan mereka,
guna mengharapkan balasan yang sangat besar, maka hendaklah kalian
menjadi seperti mereka insya Allah.” (Lihat, Al-I'tisham karya as-Syathibi, hal. 12. Namun dalam al-Bida' karya Ibnu Wadhah, hal. 190 dan Mufid al-Mustafid fi Kufri Tarikit Tauhid karya Muhamad Abdul Wahhab, hal. 321, disebutkan bahwa perkataan itu bersumber dari al-Hasan al-Bishri (w.110 H/728 M))
Yang dimaksud dengan as-salaf al-awwal oleh Anas adalah para shahabat karena Anas adalah seorang sahabat shighar (muda).
- Rasyid bin Sa'ad (w. 113 H/731 M) berkata:
كَانَ السَّلَفُ يَسْتَحِبُّونَ الْفُحُولَةَ لِأَنَّهَا أَجْرَى وَأَجْسَرُ
"As-Salaf lebih menyukai al-fuhulah (tunggangan jantan) karena lebih cepat larinya dan lebih berani."( Lihat, Shahih al-Bukhari, III:1050, Kitabul Jihad was Siyar, Babur rukub 'alad dabbah as-Sha'bah wal Fuhulah)
Yang
dimaksud dengan as-salaf oleh Rasyid adalah para shahabat karena Rasyid
adalah seorang Tabi’i (generasi yang sezaman dengan shahabat).
- Maimun bin Mihran (w. 116 H/734 M) berkata:
لَوْ أَنَّ رَجُلاً نُشِرَ فِيْكُمْ مِنَ السَّلَفِ مَا عَرَفَ فِيْكُمْ غَيْرَ هذِهِ الْقِبْلَةِ
“Kalau
seandainya seorang lelaki dikalangan as-Salaf dibangkitkan di hadapan
kalian maka ia tidak akan mengenal pada kalian selain qiblah ini.”
(Lihat, al-Bida' karya Ibnu Wadhah, hal. 191)
Yang
dimaksud dengan as-salaf oleh Maimun bin Mihran adalah para shahabat
karena Maimun adalah seorang Tabi’i (generasi yang sezaman dengan
shahabat).
- Imam az-Zuhry (w. 125 H/742 M) berkata tentang tulang belulang bangkai seperti bangkai gajah dan lainnya:
أَدْرَكْتُ نَاسًا مِنْ سَلَفِ الْعُلَمَاءِ يَمْتَشِطُونَ بِهَا وَيَدَّهِنُونَ فِيهَا لَا يَرَوْنَ بِهِ بَأْسًا
“Saya
telah mendapati sekelompok dari para ulama salaf mereka bersisir
dengannya dan mengambil minyak darinya, mereka menganggap (hal tersebut)
tidak apa-apa”. (Lihat, Shahih al-Bukhari, I:193, Kitabul Wudhu, Babu Ma Yaqa-u Minan Najasat fis Saman wal Ma-i)
Yang
dimaksud dengan ulama salaf oleh az-Zuhri tentu saja para shahabat
karena az-Zuhri adalah seorang Tabi’i (generasi yang sezaman dengan
shahabat).
- Imam Abu Hanifah (w. 150 H/767 M) :
قَالَ
نُوْحٌ الْجَامِعُ قُلْتُ لأَبِي حَنِيْفَةَ رَحِمَهُ اللهُ مَا تَقُوْلُ
فِيْمَا أَحْدَثَ النَّاسُ مِنْ كَلاَمٍ فِي الأَعْرَاضِ وَالأَجْسَامِ
فَقَالَ مَقَالاَتُ الْفَلاَسِفَةِ عَلَيْكَ بِالأَثَرِ وَطَرِيْقَةِ
السَّلَفِ
Nuh al-Jami' berkata, "Aku bertanya kepada Abu Hanifah,
'Apa pendapat anda tentang perkara yang diada-adakan oleh orang-orang,
yaitu perbincangan dalam hal a'radh (jiwa) dan jisim (jasad)?' Abu
Hanifah menjawab, 'Itu adalah perkataan-perkataan filsafat, hendaklah
kamu berpegang pada atsar dan metode salaf'.( Lihat, Dzam at-Ta'wil, I:32-33; Ahadits fi Dzamil Kalam, V:205-206)
- Imam Ibnul Mubarak (w. 181 H/797 M) berkata:
دَعُوا حَدِيثَ عَمْرِو بْنِ ثَابِتٍ فَإِنَّهُ كَانَ يَسُبُّ السَّلَفَ
“Tinggalkanlah hadis ‘Amr bin Tsabit karena ia mencerca as-salaf.” (Lihat, Shahih Muslim, I:16, Kitab Muqaddimah)
- Imam al-Bukhari (w. 256 H/869 M) telah membuat judul dalam kitab Shahihnya:
بَاب مَا كَانَ السَّلَفُ يَدَّخِرُونَ فِي بُيُوتِهِمْ وَأَسْفَارِهِمْ مِنْ الطَّعَامِ وَاللَّحْمِ وَغَيْرِهِ
“Bab
bagaimana para ‘ulama salaf berhemat di rumah-rumah mereka dan di dalam
perjalanan mereka dalam makanan, daging, dan lainnya” (Lihat, Shahih al-Bukhari, V:2068, Kitabul Ath'imah)
Yang dimaksud dengan kata salaf oleh Abu Hanifah, Ibnul Mubarak dan al-Bukhari tiada lain kecuali para shahabat dan tabi’in.
Sedangkan
istilah as-Salafiyyah dan as-Salafiy mulai diperkenalkan penggunaannya
pada abad ke-4 H/ke-10 M, oleh sebagian dari Hanabilah (pengikut madzhab
Imam Ahmad bin Hanbal). Meskipun penggunaan istilah itu kemudian
mengalami reduksi sedemikian rupa hingga istilah ini hanya diindentikan
dengan madzhab Hanabilah.
Sumber: Ust Amin Mukhtar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar