Alhamdulillah merupakan pujian yang paling pantas terucap dari
lisan dan terwujud dalam perbuatan setiap oran yang beriman sebagai
bukti akan pengakuan kita akan kasih sayang Allah yang telah
menganugrahkan berbagai kenikmatan dalam kehidupan kita, dan yang paling
utama kenikmatan berupa keyakinan yang kuat terhadap kebenaran ajaran
Islam. Dengan keyakinan itulah kita dapat merasakan nikmatnya hidup
menjadi makmum Rasulullah saw.
Sebagaimana telah dimaklumi bahwa
Sunnah sebagai undang-undang dan pedoman hidup umat manusia adalah
hujjah yang wajib diikuti. Allah berfirman:
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ
تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمْ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ
ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Artinya: “Katakanlah:
‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah
mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (QS. Ali Imran, 3:31)
…وَمَا آتَاكُمْ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Artinya: “...Apa
yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang
dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya” (QS. Al-Hasyr, 59:7)
مَنْ يُطِعْ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ تَوَلَّى فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا
Artinya: “Siapa
yang mentaati Rasul, sungguh ia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa
yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk
menjadi pemelihara bagi mereka” (QS. An-Nisa, 4:80)
Kemudian Rasulullah bersabda:
تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَاتَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللهِ وَسُنَّةَ رَسُوْلِهِ – رواه ابن عبد البر -
Artinya:
“Aku telah meninggalkan dua perkara pada kalian yang kalian tidak akan
sesat selama-selamanya, selama kalian berpegang teguh kepada keduanya,
yaitu Alquran dan Sunnah Rasul-Nya.” (HR. Ibnu Abdil Barr)
Ayat-ayat
dan hadis tersebut adalah sebagai bukti bahwa apa yang disyariatkan
oleh Rasulullah saw. juga syariat Ilahi yang wajib ditaati oleh seluruh
kaum muslimin.
Latar Belakang Pembagian Sunah
Nabi
saw. telah mengajarkan sunahnya kepada para sahabat dengan berbagai
metode, dan beliau berusaha mendorong mereka untuk menyebarkannya.
Setelah beliau wafat, tugas mengajarkan sunah diambil alih oleh para
sahabat. Aktivitas para sahabat ini mengakibatkan sunah Nabi ikut
menyebar bersamaan dengan meluasnya masyarakat muslim. Semakin jauh
penyebaran sunah, maka jumlah orang-orang yang terlibat di dalamnya
semakin meningkat dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dan sebuah
hadis menjadi terkenal secara meluas di tempat yang berbeda.
Kadang-kadang sebuah hadis yang diriwayatkan oleh seorang sahabat,
ternyata dinukilkan oleh sepuluh orang pada generasi berikutnya.
Kemudian dari sepuluh orang ini melahirkan dua puluh atau tiga puluh
orang dari daerah yang berbeda. Metode-metode penyebaran sunah yang
dipergunakan oleh para sahabat dan generasi berikutnya ini kemudian
melahirkan sistem isnad, yaitu periwayatan hadis berdasarkan sanad.
Untuk lebih memperjelas hal itu, kita dapat petakan dalam dua contoh hadis yang terkenal sebagai berikut:
Pertama:
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَاتِ
Artinya, “Sesungguhnya berbagai amal itu tiada lain disertai dengan niat.”
Hadis
ini hanya diriwayatkan oleh Umar bin al-Khatab bin Nufail (penduduk
Madinah, wafat 23 H.). yang diterima oleh Alqamah bin Waqqas bin Muhshan
al-Laitsi (penduduk Madinah, wafat pada masa kekhilafahan Abdul Malik
bin Marwan atau setelah tahun 80 H.). Dari Alqamah hanya diterima oleh
Muhamad bin Ibrahim bin al-Harits bin Khalid al-Taimi (penduduk Madinah,
wafat 120 H.). Dari Muhammad hanya diterima oleh Yahya bin Said bin
Qais al-Anshari (penduduk Madinah, wafat 143 H.).
Dari sini
terlihat bahwa pada mulanya hadis tersebut hanya dikenal oleh penduduk
Madinah. Namun kemudian dari Yahya ini diriwayatkan oleh jumlah perawi
yang banyak, sekitar 300 orang yang berasal dari mancanegara dan
propinsi yang berbeda. Sehingga hadis ini menjadi dikenal pula oleh
penduduk lain di luar Madinah.
Kedua:
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
“Mencari ilmu itu adalah kewajiban bagi setiap muslim”
Pada
awalnya hadis ini bersumber dari Anas bin Malik, dan hanya dikenal di
Madinah. Dari Anas diriwayatkan oleh 17 orang yang berasal dari 4 daerah
yang berbeda; Yaitu 2 orang berasal dari Madinah, 7 orang berasal dari
Basrah, 5 orang berasal dari Kufah, 1 orang berasal dari Syam, dan 2
orang tidak teridentifikasi daerah asalnya. Di sini terlihat bahwa hadis
itu yang pada awalnya muncul di Madinah, kemudian menyebar ke daerah
yang berbeda.
Kemudian dari murid Anas yang 17 itu diriwayatkan
pula oleh 29 orang; 8 orang berasal dari Basrah, 3 orang berasal dari
Kufah, 3 orang berasal dari Syam, 1 orang berasal dari Andalus
(Spanyol), 2 orang berasal dari Madinah, 1 orang berasal dari Marwurudz,
1 orang berasal dari Madain, 2 orang berasal dari Wasith, 1 orang
berasal dari Eilia, dan 6 orang tidak teridentifikasi daerah asalnya.
Bila
dilihat dari aspek matan, hadis tersebut jumlahnya hanya satu, namun
bila dilihat dari jalur periwayatan generasi kedua (murid-murid Anas)
berjumlah 17 hadis. Sedangkan bila yang menjadi tolok ukur adalah jalur
periwayatan generasi ketiga (murid-murid para murid Anas) berjumlah 29
hadis.
Dengan demikian, jalur periwayatan itu yang pada awalnya
hanya dari seorang sahabat (Anas bin Malik), menggambarkan secara jelas
betapa jumlah rawi meningkat dari satu generasi ke generasi berikutnya
dan betapa sebuah hadis menjadi terkenal secara meluas di tempat yang
berbeda.
Fakta periwayatan tersebut di atas menunjukkan
bahwa pada asalnya tidak ada pengklasifikasian atau diversifikasi sunah,
yakni pembagian sunah menjadi beraneka ragam, baik menjadi mutawatir
dan ahad maupun shahih, hasan, dan dha’if.
Adapun terjadinya
pengklasifikasian sunah menjadi mutawatir dan ahad didasarkan pada
kondisi perkembangan isnad, dan tidak ada hubungannya dengan penerimaan
dan penolakan kedudukan sunah sebagai sumber ajaran Islam kedua setelah
Al-Qur’an.
Sumber: Ust Amin Muhktar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar