Di dalam makalah salah seorang ustadz yang cukup populer di Jawab Barat, dicantumkan sebuah hadis sebagai berikut:
عَنْ
عُرْوَةَ بْنِ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ عَنْ أَبِيْهِ قَالَ تَخَلَّفَ
رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَتَخَلَّفْتُ مَعَهُ فَلَمَّا قَضَى
حَاجَتَهُ قَالَ أَمَعَكَ مَاءٌ فَأَتَيْتُهُ بِمِطْهَرَةٍ فَغَسَلَ
كَفَّيْهِ وَوَجْهَهُ ثُمَّ ذَهَبَ يَحْسِرُ عَنْ ذِرَاعَيْهِ فَضَاقَ
كُمُّ الْجُبَّةِ فَأَخْرَجَ يَدَهُ مِنْ تَحْتِ الْجُبَّةِ وَأَلْقَى
الْجُبَّةَ عَلَى مَنْكِبَيْهِ وَغَسَلَ ذِرَاعَيْهِ وَمَسَحَ
بِنَاصِيَتِهِ وَعَلَى الْعِمَامَةِ وَعَلَى خُفَّيْهِ ثُمَّ رَكِبَ
وَرَكِبْتُ فَانْتَهَيْنَا إِلَى الْقَوْمِ وَقَدْ قَامُوا فِي الصَّلاَةِ
يُصَلِّي بِهِمْ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ وَقَدْ رَكَعَ بِهِمْ
رَكْعَةً فَلَمَّا أَحَسَّ بِالنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم ذَهَبَ
يَتَأَخَّرُ فَأَوْمَأَ إِلَيْهِ فَصَلَّى بِهِمْ فَلَمَّا سَلَّمَ قَامَ
النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم وَقُمْتُ فَرَكَعْنَا الرَّكْعَةَ الَّتِي
سَبَقَتْنَا – أخرجه مسلم في صحيحه ج 1 ص 229\ح 274 والبخاري في صحيحه ج 1 ص
143 \356-
Dari Urwah bin al-Mughirah bin Syu’bah, dari
ayahny,a ia berkata, “Rasulullah saw. terlambat dan akupun terlampat
bersamanya. Selesai beliau memenuhi hajatnya, beliau bersabda, "Apakah
kamu punya air?" Maka ku bawakan air wudu, lalu beliau mencuci wajahnya
dan kedua telapak tangannya, dan beliau mengalami kesulitan mencuci dua
lengannya, karena sempit lengan jubahnya. Maka beliau melepasnya serta
diletakkannya di atas bahunya. Lalu beliau mencuci dua lengannya dan
mengusap ubun-ubunnya serta mengusap ke atas sorban dan kedua sepatunya.
Kemudian beliau menaiki kendaraan bersamaku hingga tiba pada kaum. Dan
kaum tersebut telah berdiri melaksanakan salat dengan Abdurrahman bin
Auf sebagai imam. Dia bersama jamaah telah menyelesaikan satu rakaat.
Ketika dia merasa kedatangan Nabi saw, maka dia pun berencana mundur,
maka beliau memberi isyarat (untuk tetap menjadi imam). Maka dia
mengimami mereka. Ketika dia membaca salam Rasul berdiri dan aku pun
berdiri. Maka kami ruku' untuk melengkapi yang tertinggal. “ (H.r. Bukhori dan Muslim)
Beliau mencantumkan tujuh pelajaran dari hadis tersebut, antara lain:
1. Al-Mughirah pernah terlambat salat bersama Rasulullah saw. karena perjalanan.
2.
Rasulullah bersama seorang sahabatnya tertinggal satu rakaat dalam
salat berjamaah dengan masyarakat setempat yang diimami Abdurrahman
5.
Rasul bersama al-Mughirah melanjutkan salatnya hingga selesai. Hadis
menjelaskan bahwa jika tertinggal satu rakaat atau lebih dalam berjamaah
maka sempurnakan sesuai dengan jumlah yang tertinggal. Bagaimana cara
menyelesaikannya?
6. Tidak ditemukan al-Mughirah berjamaah
kepada Rasul karena tiada kata yang menunjukkannya. Bahkan kalimat di
atas lebih memberi isyarat adanya Rasulullah dan al-Mughirah
menyelesaikan salat masing-masing. Sebab kalimat قام رسول الله وقمت
dilanjutkan dengan فركعنا memberi isyarat al-Mughirah berdiri bukan
karena Rasulullah saw. berdiri, dan al-Mughirah ruku pada waktu yang
sama dengan ruku Rasulullah. Sedangkan dalam aturan berjamaah makmum
mesti mengikuti imam artinya makmum tidak bergerak bersama-sama dengan
imam.
7. Kalau al-Mughirah berjamaah kepada Rasul tentu dia akan menggunakan kata yang mengandung makna berjamaah seperti:
صلى بي رسول الله صلى الله عليه وسلم
قام رسول الله فقمت
ركع رسول الله فركعت
فاقتديت به صلى الله عليه وسلم
Atau kata lainnya yang memberi arti adanya berjamaah sebagaimana ditemukan pada kalimat sebelumnya.
Tanggapan:
1. Penerjemahan
Dalam makalah itu kalimat
فَرَكَعْنَا الرَّكْعَةَ
Diartikan: "maka kami ruku". Sedangkan pada kalimat sebelumnya
رَكَعَ بِهِمْ رَكْعَةً
Diartikan: "telah menyelesaikan satu rakaat"
Hemat
kami, terjemahan yang pertama akan menyesatkan pembaca, sebab dengan
cara penerjemahan seperti itu menunjukkan bahwa maka Nabi dan
al-Mughirah tidak membaca fatihah dan surat ketika berdiri setelah
Abdurrahman salam, tetapi langsung ruku. Namun bila tidak demikian
maksud penulis, maka terjemah tersebut harus direvisi, karena yang
dimaksud dengan kalimat itu adalah melaksanakan rakaat salat yang ketinggalan,
bukan posisi ruku. Orang yang paham bahasa Arab tentu sudah maklum
bahwa ungkapan semacam ini disebut majaz mursal: ithlaq al-juz-i wa
iradah al-kulli, yaitu disebut sebagian (posisi ruku) maksudnya seluruh
(salat secara keseluruhan). Karena itu dalam riwayat lain menggunakan
redaksi (a) fashallaina ar-rak'ata (H.r. Ibnu Khuzaemah), faqadhaina
ar-rak'ata (H.r. Ahmad dan at-Thabrani). Ungkapan ini telah masyhur
digunakan oleh Nabi dan para sahabatnya, seperti kalimat sebelumnya pada
hadis itu sendiri
رَكَعَ بِهِمْ رَكْعَةً
2. Pelajaran dari hadis
(a)
Pada point 1 disebutkan: "Al-Mughirah pernah terlambat salat bersama
Rasulullah saw. karena perjalanan" Dalam hadis itu tidak ada kata
"karena perjalanan", jadi dari kalimat mana dapat dipahami bahwa
terlambat itu karena perjalanan?
(b) Pada point 2
disebutkan: "salat berjamaah dengan masyarakat setempat" Dalam hadis itu
disebut al-qaum, tapi diartikan masyarakat setempat. Dari kalimat mana
dapat dipahami bahwa kaum itu adalah masyarakat setempat? Masyarakat
setempat itu di mana? Padahal dalam riwayat an-Nasai (Sunan an-Nasai,
I:83, No. 125) dan Abdurrazaq (al-Mushannaf, I:192, No. 749) tampak
begitu jelas bahwa kaum itu adalah para sahabat yang menyertai safar
Rasul waktu itu (rombongan termasuk Abdurrahman bin Auf), dan mereka
diperintah untuk berangkat duluan, sedangkan al-Mughirah disuruh tinggal
menemani Rasul untuk melaksanakan hajatnya
تَخَلَّفْ يَا مُغِيرَةُ وَامْضُوا أَيُّهَا النَّاسُ
Hadis
tersebut sekaligus menunjukkan bahwa point 1 yang menyatakan
"al-Mugirah dan Rasul terlambat karena perjalanan" itu keliru, sebab
yang benar: "Beliau tertinggal dari rombongan dalam perjalanan dan
terlambat salat berjamaah karena qadha hajat. Sedangkan al-Mughirah ikut
tertinggal dan terlambat karena menyertai Rasul"
(c)
Pada point 6 disebutkan: "tidak ditemukan al-Mughirah berjamaah kepada
Rasul karena tiada kata yang menunjukkannya" Wajar penulis menyatakan
demikian, sebab terjadi kerancuan dalam kalimat yang dibuatnya sendiri,
yaitu "berjamaah kepada Rasul": (1) Kalau kalimat itu di bahasa Arabkan,
kira-kira seperti apa? Yang benar adalah "salat berjamaah dengan" atau
"bermakmum kepada" Dalam bahasa arabnya shalla/shallainaa bi, shalla/shallainaa ma'a
(dia/kami salat berjamaah dengan) atau i'tamma bi (bermakmum kepada).
Karena kerancuan itulah kalimat قام رسول الله وقمت فركعنا dianggap
sebagai isyarat bahwa "al-Mughirah berdiri bukan karena Rasulullah saw.
berdiri". Yang lebih rancu lagi ketika mengatakan bahwa "tidak ada kata
yang menunjuki al-Mughirah berjamaah kepada Rasul" karena pada saat yang
sama dikatakan: "Kalimat di atas lebih memberi isyarat adanya salat
masing-masing" namun tidak menunjukkan qarinah (indikator) sebagai
pendukung adanya isyarat itu. Selama tidak ada qarinah maka hal itu
hanya perkiraan, sedangkan perkiraan tidak dapat dipakai pijakan dalam
mengambil kesimpulan.
(d) Benarkah kalimat itu "tidak
ada kata yang menunjuki al-Mughirah berjamaah dengan Rasul"? Untuk
menjawab itu perlu sedikit dibuka wawasan melalui perbandingan dengan
peristiwa lain yang menggunakan ungkapan sama sebagai berikut:
عَنْ
ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَقَامَ النَّاسُ مَعَهُ فَكَبَّرَ وَكَبَّرُوا مَعَهُ ...
Dari
Ibnu Abas, ia berkata, "Nabi saw. berdiri dan orang-orang pun berdiri
bersamanya, lalu beliau bertakbir dan mereka bertakbir
bersamanya…"H.r.al-Bukhari
Apakah dengan kalimat diatas akan
dikatakan "orang-orang berdiri bukan karena Rasulullah saw. berdiri"?
Kalau bukan karena Rasul berdiri berarti karena apa mereka berdiri?
Apakah akan dikatakan "Kalimat di atas lebih memberi isyarat adanya
salat masing-masing" Kalau dikatakan masing-masing apa maksud ma'ahu?
عن جابر بن عبد الله قال مرت جنازة فقام لها رسول الله صلى الله عليه وسلم وقمنا معه فقلنا يا رسول الله إنها يهودية
Dari
Jabir bin Abdullah, ia berkata, "Jenazah lewat, maka Rasulullah berdiri
untuk jenazah itu dan kami pun berdiri bersamanya. Lalu Kami berkata,
'Wahai Rasul, sesungguhnya itu jenazah wanita Yahudi…" H.r. Muslim
Apakah
dengan kalimat diatas akan dikatakan "orang-orang berdiri bukan karena
Rasulullah saw. berdiri"? Kalau bukan karena Rasul berdiri berarti
karena apa mereka berdiri? Apakah akan dikatakan "Kalimat di atas lebih
memberi isyarat mereka berdiri masing-masing" Kalau dikatakan
masing-masing apa maksud ma'ahu?
أن أبا هريرة قال قام رسول الله صلى الله عليه وسلم في صلاة وقمنا معه
Sesungguhnya Abu Huraerah berkata, "Rasulullah saw. berdiri pada satu salat dan kami berdiri bersamanya…"H.r.al-Bukhari
Apakah
dengan kalimat diatas akan dikatakan "orang-orang berdiri bukan karena
Rasulullah saw. berdiri"? Kalau bukan karena Rasul berdiri berarti
karena apa mereka berdiri? Apakah akan dikatakan "Kalimat di atas lebih
memberi isyarat mereka salat masing-masing" Kalau dikatakan
masing-masing apa maksud ma'ahu?
عن عبد الله بن عمرو قال
انكسفت على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم فقام وقمنا معه ثم قال
أيها الناس إن الشمس والقمر آيتان من آيات
Dari Abdullah bin Amr, ia
berkata, "Telah terjadi gerhana pada zaman Rasul, maka Beliau berdiri
dan kami pun berdiri bersamanya, kemudian beliau bersabda, 'Wahai
orang-orang sesungguhnya matahari dan bulan merupakan dua tanda di
antara tanda-tanda…'."H.r.Ibnu Hiban
Apakah dengan kalimat diatas
akan dikatakan "orang-orang berdiri bukan karena Rasulullah saw.
berdiri"? Kalau bukan karena Rasul berdiri berarti karena apa mereka
berdiri? Apakah akan dikatakan "Kalimat di atas lebih memberi isyarat
mereka berdiri masing-masing" Kalau dikatakan masing-masing apa maksud ma'ahu?
عن طارق بن شهاب قال كنا عبد الله بن مسعود … فقال قد قامت الصلاة فقام وقمنا معه فدخلنا المسجد ...الحاكم 4: 493 –
Dari
Thariq bin Syihab, ia berkata, "Kami berada di rumah Abdullah bin
Mas'ud…lalu seseorang berkata, 'Salat telah diqamatkan' maka beliau
berdiri dan kami pun berdiri bersamanya, lalu kami masuk masjid"
H.r.al-Hakim
Apakah dengan kalimat diatas akan dikatakan "Kalimat
di atas lebih memberi isyarat mereka berdiri masing-masing dan masuk
masjid sendiri-sendiri, tidak bersama-sama" Kalau dikatakan
masing-masing apa maksud ma'ahu?
Karena itu untuk
memahami hadis masbuknya Rasul dan al-Mughirah dengan benar kita jangan
terpaku hanya pada teks dan hadis itu saja, tapi harus dibantu oleh
kalimat sebelum/sesudah, dan riwayat lainnya, sebagai berikut:
Dalam riwayat tersebut ada beberapa qarinah yang mendukung Rasul berjamaah dengan al-Mughirah
(1) Dalam riwayat tersebut menggunakan dhomir (kata ganti) nahnu (mutakallim ma'al ghair), yakni kalimat
فَرَكَعْنَا الرَّكْعَةَ الَّتِي سَبَقَتْنَا
lalu kami melaksanakan rakaat salat yang ketinggalan itu.
Penggunaan
dhamir nahnu secara makna asal (hakiki) menunjukkan bahwa orang pertama
dan ketiga (yang dibicarakan) melakukan suatu perbuatan secara
bersama-sama. Berarti melakukan rakaat salat yang ketinggalan itu dengan
berjamaah. Apabila tidak diartikan demikian harus menunjukkan qarinah (keterangan pendukung).
Penggunaan
dhomir yang sama (nahnu), antara lain: dalam riwayat Ahmad (al-Musnad,
XXX:59-60, No. 18.134); at-Thabrani (al-Mu'jamul Kabir, XX:428, No.
1.037); Ibnu Khuzaimah (Shahih Ibnu Khuzaimah, II:135, No.
1.064)menggunakan redaksi
فَصَلَّيْنَا الرَّكْعَةَ الَّتِي أَدْرَكْنَا وَقَضَيْنَا الرَّكْعَةَ الَّتِي سُبِقْنَا
Dalam riwayat Ibnu Abdil Barr (at-Tamhid, XI:160) dengan redaksi
الركعة التي أدركنا وقضينا الركعة التي سبقتنا
Dalam riwayat at-Thabrani (al-Mu'jamul Ausath, II:102, No. 1.389) dengan redaksi
فصلينا معه ركعة وقضينا الركعة التي فاتتنا
Dalam riwayat Ibnu Hiban (Shahih Ibnu Hiban, IV:178, No. 1.347) dengan redaksi
قام النبي صلى الله عليه وسلم و المغيرة فأكملا ما سبقهما – 4: 178 -
Sebagai perbandingan kita lihat penggunaan dhamir yang sama pada kalimat sebelumnya dalam riwayat Muslim
فَانْتَهَيْنَا إِلَى الْقَوْمِ
Maka kami sampai kepada kaum itu (rombongan)
Atau menggunakan kalimat ma'ahu (bersamanya)
فَأَقْبَلْتُ مَعَهُ حَتَّى نَجِدُ النَّاسَ
Maka aku berangkat bersama beliau, hingga menemui/mendapati orang-orang
Kalimat-kalimat
tersebut akan akan diartikan apa? Seandainya konsisten dengan "memberi
isyaratnya", maka kalimat tersebut harus diartikan: "kami sampai kepada
kaum itu sendiri-sendiri" Cara mengartikan seperti ini jelas menyalahi
kaidah, sebab apa fungsi kalimat "kami" bila berangkatnya itu
sendiri-sendiri? Karena itu, untuk mengartikan demikian
(sendiri-sendiri) harus menunjukkan qarinah, sebagai perbandingan
عن حسن بن عقبة قال كنا مع الضحاك فقال إن كان منكم من يتقدم فليؤذن وليصل قال فأبوا فصلينا وحدانا – مصنف ابن أبي شيبة 1: 358
Dari
Hasan bin Uqbah, ia berkata, "Kami bersama ad-Dhahak, maka ia berkata,
'Jika di antara kamu ada yang maju (jadi imam), hendaklah dikumdangkan
adzan dan salatlah. Kata Hasan, "Mereka enggan, maka kami salat
sendiri-sendiri" H.r. Ibnu Abu Syaibah
Yang jadi pertanyaan: adakah qarinah yang dapat memalingkan makna bersama-sama kepada sendiri-sendiri seperti kata wuhdanan
tersebut? Sangat disayangkan pada makalah tersebut: a. tidak
ditunjukkan qarinahnya, b. kalimat sebelumnya tidak menjadi perhatian,
padahal dengan kalimat-kalimat tersebut semakin memperkuat dilalah
(petunjuk) berjamaahnya Rasul dengan al-Mughirah.
(2)
Dalam riwayat lain disamping menggunakan dhomir (kata ganti) nahnu
(mutakallim ma'al ghair) juga kata ma'ahu, antara lain
dalam riwayat al-Baihaqi (as-Sunanul Kubra, III:92, No. 4.922, as-Sunanus Sughra, I:99, No. 124) sebelum kalimat itu ditegaskan
فلما سلم قام النبي صلى الله عليه وسلم وقمت معه فركعنا الركعة التي سبقنا
فلما سلم قام النبي وقمت معه فركعنا الركعة التي سبقتنا
Kalimat qaman nabiyyu wa qumtu ma'ahu
di atas akan akan diartikan apa? Seandainya konsisten dengan "memberi
isyaratnya", maka kalimat tersebut harus diartikan: "Nabi berdiri dan
aku pun berdiri bersama beliau sendiri-sendiri" Cara mengartikan seperti
ini jelas amat rancu, sebab fungsi kalimat "ma'ahu" itu menunjukkan
bersama-sama bukan sendiri-sendiri? Apakah ada qarinah yang dapat
memalingkan kalimat ma'ahu menjadi bermakna masing-masing?
Sangat disayangkan pada makalah tersebut hadis yang menggunakan kalimat
ma'ahu sengaja tidak dicantumkan, ataukah belum ditemukan?
Sebagai
perbandingan kita lihat penggunaan ungkapan yang sama pada kalimat
sebelumnya dalam riwayat Ahmad (al-Musnad, XXX:59-60, No. 18.134) dengan
redaksi
وَرَكِبْنَا فَأَدْرَكْنَا النَّاسَ
Dalam riwayat al-Baihaqi (as-Sunanul Kubra, III:92, No. 4.922, as-Sunanus Sughra, I:99, No. 124) dengan redaksi
ثم ركب وركبت فانتهينا إلى القوم
Dalam riwayat Ibnu Hiban (Shahih Ibnu Hiban, IV:178, No. 1.347) dengan redaksi
ثم ركب وركبت معه فانتهى إلى الناس
Dalam riwayat Ibnu Asakir (Tarikh Ibnu Asakir, XXVI:229) dengan dua redaksi
ثم أقبل فأقبلت معه حتى نجد الناس
فأقبلنا نسير حتى نجد الناس في الصلاة
Kalimat diatas, baik rakibnaa/rakibtu ma'ahu ataupun aqbala faaqbala ma'ahu
akan kita artikan apa? Kalimat-kalimat inilah yang sebenarnya tidak
boleh diabaikan dalam memahami makna hadis-hadis tersebut, karena akan
menjadi dilalah (petunjuk) bahwa sejak keberangkatan menuju rombongan
Abdurrahman bin Auf, Rasulullah itu tidak sendiri-sendiri, tetapi
bersama-sama dengan al-Mughirah, demikian pula ketika melaksanakan
rakaat salat yang ketinggalan itu Rasulullah berjama'ah dengan
al-Mughirah
(e) Kalau keterangan al-Mughirah itu
dibaca secara syumuli (komprehensif, utuh) tidak sepotong-sepotong,
tentu tidak perlu ada pernyataan: " Kalau al-Mughirah berjamaah kepada
Rasul tentu dia akan menggunakan kata yang mengandung makna berjamaah
seperti:
صلى بي رسول الله صلى الله عليه وسلم
قام رسول الله فقمت
ركع رسول الله فركعت
فاقتديت به صلى الله عليه وسلم
Karena itu akan menganggap al-Mugirah tidak paham akan gaya dan struktur bahasa Arab.
Dan
hemat kami, munculnya pernyataan dengan contoh-contoh kalimat seperti
itu karena penulis terjebak dengan pertanyaannya sendiri pada point 5:
Bagaimana cara menyelesaikannya? Sehingga dengan kalimat-kalimat itu,
al-Mughirah dipaksa oleh penulis untuk menjawab pertanyaan yang
dibuatnya sendiri. Padahal fokus al-Mughirah bukan hendak menerangkan
kaifiyat dan format berjamaah, tapi hendak menjelaskan bahwa (a) Rasul
pernah menjadi makmum, dan ini peristiwa langka sepanjang kehidupan
beliau, (b) Rasul pernah masbuk berjamaah. Adapun kaifiyat dan format
berjamaahnya diterangkan oleh para sahabat lainnya dan sudah dimaklumi
oleh al-Mughirah berlaku 'am (umum), baik untuk yang star dari awal
maupun yang masbuk.
Sumber: Ust Amin Mukhtar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar