Setiap muslim yang melaksanakan salat tentu saja berharap
ibadah salatnya diterima Allah. Untuk itu, ia harus berupaya agar
pelaksanaan salatnya sesuai dengan kaifiat (tata cara) salat Rasulullah. Hal itu sebagaimana disabdakan Rasul
صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِيْ أُصَلِّيْ
Salatlah sebagaimana kalian melihat aku melaksanakan salat. H.r. Al-Baihaqi
Namun
dalam beberapa hal terkadang membuat ragu seseorang dalam melaksanakan
salatnya, sehingga dirinya terdorong untuk mengajukan pertanyaan. Salah
satu masalah yang sering menjadi pertanyaan adalah: beberapa orang
tertinggal salat berjama’ah, setelah imam dan jamaah pertama selesai,
kemudian menyempurnakan kekurangannya. Bolehkah salah seorang dari
mereka menjadi imam dan yang lainnya jadi makmum?
Untuk menjawab permasalahan di atas, ada tiga hal yang perlu disampaikan;
Pertama tentang keutamaan salat berjama’ah
Keutamaan shalat berjama’ah telah disepakati, karena telah ditetapkan di dalam berbagai hadis, antara lain
عَنْ
عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُوْدٍ قَالَ: إِذَا كُنْتُمْ ثَلَاثَةً فَصَلُّوْا
جَمِيْعًا فَلْيَؤُمَّكُمْ أَحَدُكُمْ – رواه أحمد ومسلم والنسائي
Dari
Abdullah bin Masud, ia berkata, “Apabila kalian bertiga, salatlah
secara berjama’ah, hendaklah salah seorang di antara kalian jadi imam.” H.r. Ahmad, Muslim, An-Nasai.
عَنِ
ابْنِ عُمَرَ قال:قَالَ رَسُولُ اللَّهِ r صَلَاةُ الْجَمَاعَةِ تَفْضُلُ
صَلَاةَ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً. متفق عليه.
Dari Ibnu Umar, ia berkata, “Rasulullah saw. bersabda, ‘Salat berjama’ah itu mengungguli salat dengan 27 derajat’.” Muttafaq Alaih.
Dalam hadis lain diterangkan
عَنْ
أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ قَالَ:قال رَسُولُ اللَّهِ r وَإِنَّ صَلَاةَ
الرَّجُلِ مَعَ الرَّجُلِ أَزْكَى مِنْ صَلَاتِهِ وَحْدَهُ وَصَلَاتُهُ
مَعَ الرَّجُلَيْنِ أَزْكَى مِنْ صَلَاتِهِ مَعَ الرَّجُلِ وَمَا كَثُرَ
فَهُوَ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى.رواه أحمدوأبوداود والنسائي وابن
ماجه
Dari Ubay bin Ka’ab, ia berkata, “Rasulullah saw.
bersabda, Salat seseorang dengan seseorang lainnya lebih beruntung
(lebih bersih) dari salat sendirian (munfarid). Dan salatnya dengan dua
orang lainnya lebih beruntung daripada salatnya berasama seorang
lainnya. Dan lebih banyak (jumlahnya) maka lebih dicintai oleh Allah
ta’ala.” H.r. Ahmad, Abu Daud, An-Nasai dan Ibnu Majah.
Berdasarkan hadis di atas, apabila dua orang atau lebih mendirikan salat, lebih utama dilakukan secara berjamaah.
Kedua, bolehkah makmum kemudian menjadi imam?
Tentang
makmum menjadi imam, pernah dialami oleh Nabi saw. ketika beliau
bermakmum kepada Abu Bakar. Kemudian karena Abu Bakar tidak sanggup
mengimami Rasulullah saw. akhirnya beliau menjadi imam sebagaimana
diriwayatkan dalam hadis Al-Muslim:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ لَمَّا
ثَقُلَ رَسُولُ اللَّهِ r جَاءَ بِلَالٌ يُؤْذِنُهُ بِالصَّلَاةِ فَقَالَ
مُرُوا أَبَا بَكْرٍ فَلْيُصَلِّ بِالنَّاسِ قَالَتْ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ
اللَّهِ إِنَّ أَبَا بَكْرٍ رَجُلٌ أَسِيفٌ وَإِنَّهُ مَتَى يَقُمْ
مَقَامَكَ لَا يُسْمِعِ النَّاسَ فَلَوْ أَمَرْتَ عُمَرَ فَقَالَ مُرُوا
أَبَا بَكْرٍ فَلْيُصَلِّ بِالنَّاسِ قَالَتْ فَقُلْتُ لِحَفْصَةَ قُولِي
لَهُ إِنَّ أَبَا بَكْرٍ رَجُلٌ أَسِيفٌ وَإِنَّهُ مَتَى يَقُمْ مَقَامَكَ
لَا يُسْمِعِ النَّاسَ فَلَوْ أَمَرْتَ عُمَرَ فَقَالَتْ لَهُ فَقَالَ
رَسُولُ اللَّهِ r إِنَّكُنَّ لَأَنْتُنَّ صَوَاحِبُ يُوسُفَ مُرُوا أَبَا
بَكْرٍ فَلْيُصَلِّ بِالنَّاسِ قَالَتْ فَأَمَرُوا أَبَا بَكْرٍ يُصَلِّي
بِالنَّاسِ قَالَتْ فَلَمَّا دَخَلَ فِي الصَّلَاةِ وَجَدَ رَسُولُ اللَّهِ
r مِنْ نَفْسِهِ خِفَّةً فَقَامَ يُهَادَى بَيْنَ رَجُلَيْنِ وَرِجْلَاهُ
تَخُطَّانِ فِي الْأَرْضِ قَالَتْ فَلَمَّا دَخَلَ الْمَسْجِدَ سَمِعَ
أَبُو بَكْرٍ حِسَّهُ ذَهَبَ يَتَأَخَّرُ فَأَوْمَأَ إِلَيْهِ رَسُولُ
اللَّهِ r قُمْ مَكَانَكَ فَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ r حَتَّى جَلَسَ عَنْ
يَسَارِ أَبِي بَكْرٍ قَالَتْ فَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ r يُصَلِّي
بِالنَّاسِ جَالِسًا وَأَبُو بَكْرٍ قَائِمًا يَقْتَدِي أَبُو بَكْرٍ
بِصَلَاةِ النَّبِيِّ r وَيَقْتَدِي النَّاسُ بِصَلَاةِ أَبِي بَكْرٍ
Di
dalam peristiwa lain, datang seorang laki-laki hendak salat bersama
Nabi saw., tetapi ternyata ketika ia datang salat yang diimammi Nabi itu
telah slesai. Kejadian tersebut hadits lengkapnya sebagai berikut:
عَنْ
أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّ رَجُلًا دَخَلَ الْمَسْجِدَ وَقَدْ
صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ r بِأَصْحَابِهِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ r مَنْ
يَتَصَدَّقُ عَلَى هَذَا فَيُصَلِّيَ مَعَهُ فَقَامَ رَجُلٌ مِنَ الْقَوْمِ
فَصَلَّى مَعَهُ – رواه أحمد وأبو داود والترمذي -
Dari Abu
Said ia berkata, sesungguhnya seorang laki-laki masuk ke masjid
sedangkan Rasulullah saw. telah salat bersama para sahabat, kemudian
Rasulullah saw. bersabda, ‘Siapa yang mau bershadaqah kepada orang ini,
maka salatlah bersamanya?’ Kemudian seorang laki-laki dari satu kaum
berdiri dan salat bersamanya.” H.r. Ahmad, Abu Daud dan At-Tirmidzi.
Maka
untuk menunjukan penting dan lebih baiknya salat berjamaah dari salat
munfarid, Rasulullah saw. menawarkan kepada orang yang telah salat
bersamanya untuk salat lagi agar orang yang baru datang tersebut
berjamaah (tidak munfarid).
Ketiga, apakah masbuk
berjama’ah seperti yang ditanyakan pernah terjadi di zaman Rasul? Karena
ada yang berpendapat bahwa pelaksanaan seperti itu tidak berdasarkan
dalil, namun berdasarkan qias (analogi) kepada safar, yaitu
mengangkat imam ketika safar. Padahal dasar hukum seperti ini kurang
tepat, karena tidak dibenarkan mengkiaskan muamalah (bepergian) dengan ibadah (salat).
Pendapat di atas perlu untuk ditanggapi, mengingat penetapan bolehnya berjamaah bagi yang masbuk bukan dengan jalan qias, melainkan berdasarkan dalil-dalil umum di atas serta dalil khusus, yaitu Rasulullah saw. pernah masbuq bersama al-Mughirah bin Syu’bah sebagaimana diterangkan pada hadis berikut ini
عَنِ
الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ قَالَ تَخَلَّفَ رَسُولُ اللَّهِ r
وَتَخَلَّفْتُ مَعَهُ … ثُمَّ رَكِبَ وَرَكِبْتُ فَانْتَهَيْنَا إِلَى
الْقَوْمِ وَقَدْ قَامُوا فِي الصَّلَاةِ يُصَلِّي بِهِمْ عَبْدُ
الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ وَقَدْ رَكَعَ بِهِمْ رَكْعَةً فَلَمَّا أَحَسَّ
بِالنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَهَبَ يَتَأَخَّرُ
فَأَوْمَأَ إِلَيْهِ فَصَلَّى بِهِمْ فَلَمَّا سَلَّ مَ قَامَ النَّبِيُّ r
وَقُمْتُ فَرَكَعْنَا الرَّكْعَةَ الَّتِي سَبَقَتْنَا – رواه مسلم -
Dari
Al-Mughirah bin Syu’bah, ia berkata, “Rasulullah saw. ketinggalan
demikian juga aku…kemudian beliau menaiki kendaraannya dan aku pun
berkendaraan bersamanya. Maka kami sampai kepada orang-roang, ternyata
mereka sedang melaksanakan salat dan Abdurrahman bin Auf yang mengimami
mereka, dan telah salat satu rakaat. Maka tatkala Abdurrahman bin Auf
merasa bahwa Nabi datang ia bermaksud untuk mundur, tetapi Nabi
berisyarat agar Abdurrahman bin Auf tetap mengimami mereka. Tatkala
Abdurrahman bin Auf (dengan jama’ah) salam (selesai dari salatnya) Nabi
saw. berdiri dan akupun berdiri, lalu kami melaksanakan salat yang
ketinggalan itu. “ H.r. Muslim
Dengan keterangan al-Mughirah
(Nabi saw. berdiri dan akupun berdiri lalu kami melaksanakan rakaat yang
ketinggalan), jelaslah bahwa makmum yang masbuk lebih dari satu orang
itu pada waktu menambah kekurangan rakaat yang ketinggalan hendaklah
dilakukan secara berjamaah, agar tidak kehilangan keutamaan berjamaah.
Dengan demikian, menyatakan tidak bolehnya mendirikan jamaah bagi yang masbuk setelah salat selesai perlu menunjukkan dalil.
Sumber : Ust Amin Mukhtar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar