Sebagaimana dimaklumi bahwa Rasulullah saw. mensunahkan takbir
pada hari raya iedul Fitri, sejak keluar dari rumah untuk menuju tempat
salat. Di dalam hadis-hadis diterangkan sebagai berikut:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وآله وسلم كَانَ
يَرْفَعُ صَوْتَهُ بِالتَّكْبِيْرِ وَالتَّهْلِيْلِ حَالَ خُرُوْجِهِ إِلَى
الْعِيْدِ يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَأْتِيَ الْمُصَلَّى
Dari Ibnu Umar sesungguhnya Nabi saw. bertakbir dan bertahlil
(menyebut laa ilaha illallah) dengan suara keras dari mulai keluar
hendak pergi salat iedul fitri hingga sampai ke lapang. (HR. Al-Baihaqi,
Nailul Authar III:355 )
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ فَيُكَبِّرُ حَتَّى يَأْتِيَ الْمُصَلَّى
“Sesungguhnya Rasulullah saw. keluar pada hari iedul fitri dengan bertakbir hingga sampai di lapang” (HR. Ibnu Abu Syibah, al-Mushannaf, I:487)
كَانَ يَغْدُوْ إِلَى المُصَلَّى يَوْمَ الفِطْرِ إِذَا طَلَعَتِ
الشَّمْسُ، فَيُكَبِّرُ حَتَّى يَأْتِىَ المُصَلَّى ثُمَّ يُكَبِّرُ
بِالمُصَلَّى حَتَّى إِذَاجَلَسَ الإِمَامُ تَرَكَ التَّكْبِيْرَ. - رواه
الشافعي -
Ibnu Umar berangkat pagi-pagi menuju mushala (tanah lapang) pada hari
iedul fitri apabila terbit matahari, maka beliau bertakbir sehingga
mendatangi mushala dan terus beliau bertakbir di mushala itu, sehingga
apabila imam telah duduk beliau meninggalkan takbir. (HR. As-Syafi’I,
Musnad As-Syafi’I, I: 73)
وَقَالَ الحَاكِمُ : وَهَذِهِ سُنَّةٌ تُدَاوِلُهَا أَئِمَّةُ اَهْلِ
الحَدِيْثِ وَصَحَّتْ بِهِ الرِّوَايَةُ عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ
وَغَيْرِهِ مِنَ الصَّحَابَةِ.
Dan Al-Hakim Mengatakan, "Ini adalah sunah yang digunakan oleh para
ahli hadis, dan sahih tentang ini riwayat dari Abdullah bin Umar dan
lain-lain dari kalangan sahabat." (Al-Mustadrak ala As-Shahihain, I :
298)
Sedangkan bertakbir pada iedul adha, Nabi saw. mencontohkannya sejak
subuh 9 Dzulhijjah hingga ashar 13 dzulhijjah, sebagaimana diterangkan
dalam hadis sebagai berikut:
عَنْ عَلِيٍّ وَعَمَّارِ أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم… وَكَانَ
يُكَبِّرُ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ بَعْدَ صَلاَةَ الْغَدَاةِ وَيَقْطَعُهَا
صَلاَةَ الْعَصْرِ آخِرَ أَيَّامِ التَّشْرِيْقِ
Dari Ali dan Ammar sesungguhnya Nabi saw… dan beliau bertakbir sejak
hari Arafah setelah salat shubuh dan menghentikannya pada salat Ashar di
akhir hari tasyriq (13 Dzulhijjah). (HR. Al-Hakim, Al-Mustadrak, I:439; Al-Baihaqi, As-Sunan Al-Kubra, III:312)
Adapun teknis pelaksanaanya tidak mesti dengan cara membacanya secara
terus menerus, melainkan memanfaatkan kesempatan yang ada, baik ketika
berkumpul di masjid atau di rumah masing-masing atau berbagai
kesempatan lainnya, sebagaimana diamalkan oleh Ibnu Umar:
وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يُكَبِّرُ بِمِنىً تِلْكَ اْ لأَ يَّامَ
وَخَلْفَ الصَّلَوَاتِ وَ عَلَى فِرَاشِهِ وَ فِيْ فُسْطَاطِهِ وَ
مَجْلِسِهِ وَ مَمْشَاهُ تِلْكَ اْلأَيَّامَ جَمِيْعًا
Ibnu Umar pernah bertakbir di Mina pada hari-hari itu (Tasyriq)
setelah shalat (lima waktu), di tempat tidurnya, di kemah, di majelis
dan di tempat berjalannya pada hari-hari itu seluruhnya" (HR.
Al-Bukhari)
Dengan demikian waktu untuk bertakbir--sejak hari Arafah hingga Ashar
di akhir hari tasyriq (13 Dzulhijjah)--itu tidak terikat, artinya tidak
ada batasan dan ketentuan, pada pokoknya bertakbir baik sendirian,
bersama-sama atau saling bergantian, kesemua itu tidak lepas dari
pelaksanaan membaca takbir. Jadi, semua cara telah memenuhi perintah
atau anjuran bertakbir.
Redaksi Takbir
Pada dasarnya tidak ada perbedaan tentang redaksi takbir antara Iedul Adha dan Iedul Fitri. Ibnu Hajar menjelaskan:
وَأَمَّا صِيْغَةُ التَّكْبِيْرِ فَأَصَحُّ مَا وَرَدَ فِيْهِ مَا
أَخْرَجَهُ عَبْدُ الرَّزَّاقِ بِسَنَدٍ صَحِيْحٍ عَنْ سَلْمَانَ
قَالَ:كَبِّرُوْا اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ
كَبِيْرًا...
Adapun shighah (bentuk) takbir, maka yang paling shahih adalah hadis
yang ditakhrij oleh Abdur Razaq dengan sanad sahih dari Salman, ia
berkata, “Takbirlah, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, kabiira. (Lihat, Fathul Bari Syarh Shahih Al-Bukhari , II: 536)
Selanjutnya Ibnu Hajar juga menjelaskan
وَقِيْلَ يُكَبِّرُ ثِنْتَيْنِ بَعْدَهُمَا لا إله إلا اللَّه و اللَّهُ
أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ وللَّهِ الْحَمْدُ جَاءَ ذلِكَ عَنْ عُمَرَ
وَابْنُ مَسْعُوْدٍ
“Dan dikatakan ia bertakbir dua kali (Allahu Akbar, Allahu Akbar), setelah itu Laa ilaha illallahu Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahilhamd. Keterangan itu bersumber dari Umar dan Ibnu Mas’ud. (Lihat, Fathul Bari Syarh Shahih Al-Bukhari , II: 536)
Keterangan di atas menunjukkan bahwa lafal takbir (sesuai dengan amal sahabat) hanya 2 macam:
- Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar kabiran.
- Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa ilaha illallahu Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahilhamd.
sedangkan yang memakai redaksi tambahan lain selain keterangan di atas, di dalam Fath Al-Bari diterangkan: Laa asla lahu (tidak mempunyai sumber sama sekali), yaitu:
- redaksi Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar kabiira dengan tambahan wa lillaahilhamdu
- redaksi Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Laa ilaaha illallaah wahdahu laa syariikalah
- Redaksi panjang sebagai berikut
اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا
وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا اللَّهُ أَكْبَرُ وَلَا نَعْبُدُ
إلَّا اللَّهَ مُخْلِصِينَ له الدَّيْنَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ لَا
إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ
الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَاَللَّهُ أَكْبَرُ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar