Sebagaimana yang kita maklumi bahwa Iedul Adha, 10 Dzulhijjah
1433 H di tahun ini diduga kuat akan jatuh pada hari Jumat, 26 Oktober
2012. Sehubungan dengan terjadinya pertemuan dua ied, yaitu Iedul
fitri/iedul adha dan hari Jum’at, maka ada beberapa ketetapan syariat
yang perlu kita perhatikan. Namun sebelum masuk kepada pembahasan itu,
perlu disampaikan terlebih dahulu tarikh tasyri’ (sejarah perundang-undangan) shalat Zhuhur dan ketetapan wajib Jumat secara umum, agar diperoleh pemahaman yang utuh.
Kewajiban Shalat Zhuhur Periode Mekah
Shalat lima waktu (Shubuh, Zhuhur, Ashar, Maghrib, dan Isya)
disyariatkan pada malam Mi'raj tiga tahun sebelum hijrah sebanyak 11
rakaat, masing-masing 2 rakaat kecuali shalat maghrib 3 rakaat, baik
bagi musafir maupun muqim. Setelah hijrah, masing-masing ditambah 2
rakaat kecuali Maghrib dan subuh sehingga berjumlah 17 rakaat. (Lihat, Fathul Bari syarh Shahih Al-Bukhari, I:554; Tawdhihul Ahkam Syarah Bulugh al-Maram, I:469)
Bila kita hitung selama 3 tahun di Mekah—sejak disyariatkan shalat
wajib—maka kita mendapatkan jumlah hari Jumat sebanyak 144 kali hari
Jumat (menurut perhitungan masehi rata-rata 4 kali dalam seminggu).
Namun karena selama itu belum disyariatkan shalat Jumat, maka selama 3
tahun di Mekah—sejak disyariatkan Shalat wajib—shalat yang ditaklifkan (disyariatkan) pada hari Jumat waktu zhuhur adalah shalat zhuhur sebanyak dua rakaat. Taklif
ini meliputi kaum muslimin secara keseluruhan, baik laki-laki maupun
perempuan, dan berlaku dalam setiap keadaan, baik ketika sehat maupun
sakit, safar maupun mukim.
Kewajiban Shalat Zhuhur & Jumat Periode Madinah
Setelah Rasulullah saw. mendapat perintah untuk hijrah ke Madinah,
maka beliau pergi meninggalkan Mekah ditemani oleh Abu Bakar. Sebelum
sampai di Madinah—waktu itu bernama Yatsrib—Rasulullah saw. singgah di
Quba pada hari Senin 12 Rabi’ul Awwal tahun 13 kenabian (24 September
622 M) waktu Dhuha (sekitar jam 8.00 atau 9.00). Di tempat ini, beliau
tinggal di keluarga Amr bin Auf selama empat hari hingga hari Kamis 15
Rabi’ul Awwal (27 September 622 M) dan membangun mesjid pertama (yang
disebut mesjid Quba). Pada hari Jumat 16 Rabi’ul Awwal (28 September 622
M), beliau berangkat menuju Madinah.
Keterangan:
Konversi (perbandingan hijriah ke masehi) di atas berdasarkan
perhitungan sebagian ahli hisab. Sedangkan ahli hisab lainnya menghitung
bahwa Nabi singgah di Quba itu pada hari Senin 8 Rabi’ul Awwal
bertepatan dengan tanggal 20 Maret 622 M. Dan berangkat hingga sampai di
Madinah hari Jumat 12 Rabi’ul Awwal bertepatan dengan 24 Maret 622 M.
(Lihat, Almanak Alam Islami, 2000:184)
Di tengah perjalanan, ketika beliau berada di Bathn Wad (lembah
perkebunan di sekitar Madinah) milik keluarga Banu Salim bin ‘Auf,
datang kewajiban shalat Jumat dengan turunnya firman Allah Swt:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِي لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ
الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ
خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat
Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah
jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
(QS. Al-Jum’ah: 9)
Maka Nabi shalat Jumat bersama Banu Salim bin ‘Auf dan khutbah di
tempat itu. Inilah shalat dan khutbah Jumat yang pertama kali dilakukan
oleh beliau. Setelah melaksanakan shalat Jumat, Nabi melanjutkan
perjalanan menuju Madinah.” (Lihat, Tarikh at-Thabari, I:571; Sirah Ibnu Hisyam, juz III, hal. 22; Tafsir al-Qurthubi, juz XVIII, hal. 98)
Pada saat yang sama, para sahabat laki-laki yang sudah lebih dahulu
hijrah dan tinggal di Madinah, melaksanakan shalat Jumat di imami oleh
As’ad bin Zurarah (riwayat Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah). Pelaksanaan
shalat ini didasarkan atas ijtihad sahabat, yaitu keinginan para sahabat
untuk memiliki hari Ied yang beda dengan Yahudi dan Nashrani. (Lihat, Fathul Bari Syarh Shahih Al-Bukhari, III:4)
Maka, sejak turun ayat 9 surah Al-Jumuah itu, pada awal tahun 1 hijriah, shalat yang ditaklifkan (disyariatkan) pada hari Jumat waktu zhuhur menjadi dua macam: Pertama, taklif shalat zhuhur sebanyak 4 rakaat. Kedua, taklif shalat Jumat sebanyak 2 rakaat. Bagi siapa taklif shalat Jumat itu? Dalam hal ini Nabi bersabda:
عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ
الْجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فِي جَمَاعَةٍ إِلاَّ
أَرْبَعَةً عَبْدٌ مَمْلُوكٌ أَوِ امْرَأَةٌ أَوْ صَبِيٌّ أَوْ مَرِيضٌ
Dari Thariq bin Syihab, dari Nabi saw.. saw.. beliau bersabda,
“Jum’at itu adalah hak yang wajib bagi setiap muslim secara berjama’ah
kecuali empat golongan; hamba sahaya, perempuan, anak-anak, dan yang
sakit.” (HR. Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, I:347, No. hadis 1067, Al-Baihaqi, As-Sunan Al-Kubra, III:172, No. hadis 5368)
Kedudukan Hadis & Pendalilannya:
Ada orang yang berpendapat bahwa hadis Thariq ini tidak dapat dipakai hujjah, karena:
- Pada sanadnya terdapat rawi yang bernama Huraim. Menurut Ibnu Hazm, Huraim adalah rawi yang majhul (tidak terkenal). Karena itu, hadis yang pada sanadnya terdapat rawi yang majhul tidak dapat dipakai hujjah, karena tidak dapat diketahui apakah rawi itu benar atau tidak.
- Thariq bin Syihab, walaupun ia bertemu dengan Nabi saw.. tetapi tidak mendengar apapun dari beliau. Karena itu, tentu ia mendengar dari orang lain yang tidak disebut namanya. Hadis yang seperti ini disebut mursal, sedangkan hadis mursal itu tidak boleh dipakai hujjah.
Bantahan:
- Pernyataan majhul dari Ibnu Hazm terhadap Huraim bin Sufyan tertolak, karena ia telah dinyatakan tsiqah (kredibel) oleh Yahya bin Ma’in, Abu Hatim, Ibnu Saad, Al-‘Ijli (Lihat, Tahdzibul Kamal, XXX:169). Karena itu, rawi tersebut dipergunakan oleh Imam Al-Bukhari dan Muslim di dalam kitab Shahih-nya (Lihat, Shahih al-Bukhari, hal. 235, No. hadis 1199; Shahih Muslim, I:242, No. hadis 538).
- Hadis yang dikatakan oleh sahabat dari Nabi saw.. padahal ia tidak mendengar secara langsung dari beliau, disebut mursal shahabi. Menurut ahli hadis, hadis mursal shahabi dapat dipakai hujjah. Meskipun demikian, hadis tersebut sebenarnya tidak mursal shahabi, karena pada riwayat Al-Hakim, Thariq bin Syihab menerima dari sahabat lain, yaitu Abu Musa. Adapun keterangan lengkapnya sebagai berikut:
حَدَّثَنَا أَبُوْ بَكْرِ بْنُ إِسْحَاقَ الفَقِيْهُ ثَنَا
عُبَيْدُ بْنُ مُحَمَّدٍ العِجْلِيُّ حَدَّثَنِي الْعَبَّاسُ بْنُ عَبْدِ
الْعَظِيْمِ الْعَنْبَرِيُّ حَدَّثَنِي إِسْحَاقُ بْنُ مَنْصُوْرٍ ثَنَا
هُرَيْمُ بْنُ سُفْيَانَ عَنْ إِبْرَاهِيْمَ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ
الْمُنْتَشِرِ عَنْ قَيْسِ بْنِ مُسْلِمٍ عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ عَنْ
أَبِيْ مُوْسَى عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ الْجُمُعَةُ
حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فِي جَمَاعَةٍ إِلَّا أَرْبَعَةً
عَبْدٌ مَمْلُوكٌ أَوِ امْرَأَةٌ أَوْ صَبِيٌّ أَوْ مَرِيضٌ
Kata Imam Al-Hakim, “Abu Bakar bin Ishaq telah menceritakan kepada
kami. Ia berkata, “Ubaid bin Muhammad Al-‘Ijli telah menceritakan kepada
kami.” Ia berkata, “Al-‘Abbas bin Abdul ‘Azhiim Al-‘Anbariy telah
menceritakan kepadaku.” Ia berkata, “Ishaq bin Manshur telah
menceritakan kepadaku.” Ia berkata, “Huraim bin Sufyan telah
menceritakan kepada kami, dari Ibrahim bin Muhammad bin Al-Muntasyir,
dari Qais bin Muslim, dari Thariq bin Syihab, dari Abu Musa Al-Asy’ariy,
dari Nabi saw. beliau bersabda, “Jum’at itu adalah hak yang wajib bagi
setiap muslim secara berjama’ah kecuali empat golongan; hamba sahaya,
perempuan, anak-anak, dan yang sakit.” (Lihat, Al-Mustadrak ‘ala Ash-Shahihain, I:425, No. hadis 1062)
Keterangan tentang kualitas para rawi di atas:
- Al-Abbas bin Abdul Azhim (w. 246 H). An-Nasai berkata, “Tsiqah” (Lihat, Tahdzibul Kamal, XIV:222-225)
- Ishaq bin Manshur. Ibnu Main berkata, “Laisa bihi Ba’sun (tsiqah)” (Lihat, Tahdzibul Kamal, II:478-480)
- Huraim bin Sufyan. Ibnu Main berkata, “Tsiqah” (Lihat, Tahdzibul Kamal, XXX:169).
- Ibrahim bin Muhamad bin al-Muntasyir. Abu Hatim berkata, “Tsiqah” (Lihat, Tahdzibul Kamal, II:183-184).
- Qais bin Muslim. Ibnu Main berkata, “Tsiqah” (Lihat, Tahdzibul Kamal, XXIV:81-83).
- Thariq bin Syihab sahabat Rasul
- Abu Musa Shahabat Rasul
Pendalilan Hadis
Hadis tersebut menegaskan bahwa taklif (pensyariatan) shalat
Jumat itu adalah bagi laki-laki muslim yang sehat lagi merdeka, baik
ketika safar maupun muqim. Sedangkan bagi wanita, laki-laki yang sakit
yang tidak dapat menghadiri Jumat, dan hamba sahaya tidak dikenai taklif shalat Jumat. Dengan perkataan lain, taklif
bagi mereka tidak berubah dengan turunnya ayat tersebut, yakni bahwa
pada hari Jumat waktu zhuhur mereka tetap diwajibkan shalat zhuhur,
sebagaimana taklif selama periode Mekah (3 tahun sejak disyariatkan shalat wajib).
Sejarah Ied jatuh pada hari Jumat
Berdasarkan analisa sejarah dan riwayah dapat diketahui bahwa
sepanjang hayat Rasulullah saw., beliau telah mengalami iedul fitri dan
iedul Adha sebanyak sembilan kali. Iedul Fitri perdana Nabi terjadi pada
hari Senin, 1 Syawal 2 H/26 Maret 624 M. Sedangkan Iedul Adha pada 10
Dzulhijjah 2 H/Juni 624 M. Adapun iedul fitri terakhir terjadi pada
Senin, 1 Syawal 10 H/30 Desember 631 M. Sedangkan Iedul Adha pada 10
Dzulhijjah 10 H/Maret 632 M.
Catatan:
Iedul Adha jika dihitung berdasarkan rata-rata 67 hari pasca Iedul Fitri=29 hari Syawal+29 hari Dzulqa’dah+9 hari Dzulhijjah).
Pada ied perdana (tahun 2 H), baik iedul fitri maupun iedul Adha, tidak terjadi pada hari Jumat, maka shalat yang ditaklifkan (disyariatkan) pada hari Jumat waktu zhuhur tetap dua macam: Pertama, taklif shalat zhuhur sebanyak 4 rakaat, bagi wanita, laki-laki yang sakit yang tidak dapat menghadiri Jumat, dan hamba sahaya. Kedua, taklif shalat Jumat sebanyak 2 rakaat, bagi laki-laki muslim yang sehat lagi merdeka, baik ketika safar maupun muqim.
Pada ied kedua (tahun 3 H), terjadi hari ied pada hari Jumat, yaitu
Iedul Fitri 1 Syawal 3 H yang bertepatan dengan 15 Maret 625 M.
Ketika itu, meski shalat yang ditaklifkan (disyariatkan) pada hari Jumat waktu zhuhur tetap dua macam: Pertama, taklif shalat zhuhur sebanyak 4 rakaat, bagi wanita, laki-laki yang sakit yang tidak dapat menghadiri Jumat, dan hamba sahaya. Kedua, taklif
shalat Jumat sebanyak 2 rakaat, bagi laki-laki muslim yang sehat lagi
merdeka, baik ketika safar maupun muqim. Namun pada saat itu Rasulullah
saw. menetapkan syariat “baru” dalam taklif shalat Jumat bagi laki-laki yang telah melaksanakan shalat Ied, sebagaimana diterangkan dalam hadis-hadis sebagai berikut:
Pertama, Abu Huraerah
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، عَنْ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم أَنَّهُ
قَالَ قَدِ اجْتَمعَ في يَوْمِكُمْ هذَا عِيدَانِ فَمَنْ شَاءَ أَجْزَأَهُ
مِنَ الْجُمُعَةِ وَإِنَّا مُجَمِّعُونَ
Dari Abu Huraerah, dari Rasulullah saw. bahwa beliau bersabda,
“Sungguh telah bersatu pada hari ini dua ied, maka siapa yang mau (tidak
melaksanakan shalat Jum’at), maka shalat ied ini mencukupkan dari
(shalat) Jum’at, dan sesungguhnya kami akan melaksanakan shalat Jum’at.”
HR. Abu Dawud (Sunan Abu Dawud, I:281, No. 1073), Ibnu Majah (Sunan Ibnu Majah, I:416, No. 1311), Al-Baihaqi (As-Sunan Al-Kubra, III:318, No. hadis 6082), Al-Hakim (Al-Mustadrak ‘ala As-Shahihain, I:425, No. 1064), Ibnul Jarud (Al-Muntaqa, I:84, No. hadis 302), dengan sedikit perbedaan redaksi.
Imam Al-Baihaqi meriwayatkan dengan dua redaksi; pada satu riwayat
redaksinya sama dengan di atas, sementara pada riwayat lainnya dengan
redaksi sebagai berikut:
(إِنَّهُ قَدِ اجْتَمَعَ عِيدُكُمْ هَذَا وَالْجُمُعَةُ وَإِنَّا
مُجَمِّعُونَ ، فَمَنْ شَاءَ أَنْ يُجَمِّعَ فَلْيُجَمِّعْ ) فَلَمَّا
صَلَّى الْعِيدَ جَمَّعَ
Beliau bersabda, “Sungguh telah bersatu ied kalian ini dan Jumat, dan
sesungguhnya kami akan melaksanakan shalat Jum’at. Maka siapa yang mau
melaksanakan shalat Jum’at, lakukanlah.” Setelah beliau melaksanakan
shalat ied, beliau melaksanakan shalat Jum’at (pada waktunya) (As-Sunan Al-Kubra, III:318, No. hadis 6081)
Sementara pada riwayat Ibnul Jarud, setelah kalimat wa innaa mujammi’uun terdapat kalimat tambahan: “insya Allah.” (Al-Muntaqa, I:84, No. hadis 302)
Catatan:
Kedua, Zaid bin Arqam
عَنْ إِيَاسِ بْنِ أَبِي رَمْلَةَ الشَّامِي قَالَ :
شَهِدْتُ مُعَاوِيَةَ يَسْأَلُ زَيْدَ بْنَ أَرْقَمَ : أَشَهِدْتَ مَعَ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِيدَيْنِ اجْتَمَعَا
فِي يَوْمٍ ؟ قَالَ نَعَمْ ، قَالَ : فَكَيْفَ صَنَعَ ؟ قَالَ : صَلَّى
الْعِيدَ ثُمَّ رَخَّصَ فِي الْجُمْعَةِ فَقَالَ : مَنْ شَاءَ أَنْ
يُصَلِّيَ فَلْيُصَلِّ
Dari Iyas bin Abu Ramlah Asy-Syamiy, ia berkata, “Aku menyaksikan
Muawiyah bertanya kepada Zaid bin Arqam, ‘Apakah engkau bersama
Rasulullah saw. pernah menyaksikan dua ied pada hari yang sama?’ Ia
menjawab, ‘Benar.’ Ia bertanya lagi, ‘Bagaimana beliau berbuat?’ Ia
menjawab, ‘Beliau shalat ied, kemudian menetapkan rukhsah pada shalat
Jumat, yaitu beliau bersabda, ‘siapa yang akan salat Jum’at, maka
lakukanlah.” HR. Imam Ahmad (Al-Musnad, IV:372, No. hadis 19.337), Abu Dawud (Sunan Abu Dawud, I:281, No. 1070), An-Nasai (Sunan An-Nasai, III:194, No. 1591, As-Sunan Al-Kubra, I:551, No. 1793), Ibnu Majah (Sunan Ibnu Majah, I:415, No. hadis 1310), Ibnu Khuzaimah (Shahih Ibnu Khuzaimah, II:359, No. 1464), At-Thabrani (Al-Mu’jam Al-Kabir, V:209, No. 5120), Al-Hakim (Al-Mustadrak ‘ala As-Shahihain, I:425, No. 1063), Abu Dawud At-Thayalisi (Musnad At-Thayalisi, I:94, No. hadis 685), Ad-Darimi (Sunan Ad-Darimi, I:459, No. 1612), Al-Baihaqi (As-Sunan Al-Kubra, III:317, No. hadis 6080), Ibnu Abu Syaibah (Al-Mushannaf, II:8, No. hadis 5846), dengan sedikit perbedaan redaksi.
Dalam riwayat An-Nasai dengan redaksi:
نَعَمْ صَلَّى الْعِيدَ أَوَّلَ النَّهَارِ ثُمَّ رَخَّصَ فِي الْجُمُعَةِ
Kata Zaid bin Arqam, “Benar, beliau shalat ied pada awal siang, lalu beliau memberikan rukhsah pada shalat Jumat.”
Dalam riwayat Ahmad dengan tambahan redaksi:
نَعَمْ صَلَّى الْعِيدَ أَوَّلَ النَّهَارِ ثُمَّ رَخَّصَ فِي الْجُمُعَةِ فَقَالَ مَنْ شَاءَ أَنْ يُجَمِّعَ فَلْيُجَمِّعْ
“Benar, beliau shalat ied pada awal siang, lalu beliau memberikan
rukhsah pada shalat Jumat, beliau bersabda, ‘Siapa yang akan shalat
Jumat, maka lakukanlah’.”
Catatan:
Ketiga, Ibnu Umar
عَنِ ابْنِ عُمَرَ ، قَالَ : اجْتَمَعَ عِيدَانِ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ
اللهِ صَلَّى الله عَليْهِ وسَلَّمَ , فَصَلَّى بِالنَّاسِ ، ثُمَّ قَالَ :
مَنْ شَاءَ أَنْ يَأْتِيَ الْجُمُعَةَ فَلْيَأْتِهَا ، وَمَنْ شَاءَ أَنْ
يَتَخَلَّفَ فَلْيَتَخَلَّفْ
Dari Ibnu Umar, ia berkata, “Telah bersatu dua ied pada zaman
Rasulullah saw. maka beliau shalat mengimami orang-orang, lalu beliau
bersabda, ‘Siapa yang akan melaksanakan shalat Jum’at maka datanglah,
dan siapa yang akan meninggalkannya (tidak melaksanakannya), maka
tinggalkanlah’.” HR. Ibnu Majah (Sunan Ibnu Majah, I:416, No. hadis 1312), Ibnu ‘Addiy (Al-Kamil fi Dhu’afa` Ar-Rijal, IV:468), Ibnul Jawziy (Al-‘Ilal Al-Mutanahiyyah, I:469), dan Ath-Thabrani (Al-Mu’jam Al-Kabir, XII:435, No. hadis 13.591). Riwayat Ath-Thabrani dengan redaksi:
اجْتَمَعَ عِيدَانِ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمُ فِطْرٍ وَجُمْعَهٌ فَصَلَّى بِهِمْ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلاةَ الْعِيدِ ثُمَّ أَقْبَلَ
عَلَيْهِمْ بِوَجْهِهِ فَقَالَ:يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّكُمْ قَدْ
أَصَبْتُمْ خَيْرًا وَأَجْرًا وَإِنَّا مُجْمِعُونَ فَمَنْ أَرَادَ أَنْ
يُجْمِعَ مَعَنَا فَلْيُجْمِعْ وَمَنْ أَرَادَ أَنْ يَرْجِعَ إِلَى
أَهْلِهِ فَلْيَرْجِعْ
“Dua ied berkumpul pada masa Rasulullah saw. yaitu Iedul fitri
dan Jumat, maka beliau salat Ied mengimami mereka, kemudian beliau
mengahadap mereka, lalu berkhutbah, ‘Wahai orang-orang, kalian telah memperoleh kebaikan dan pahala, dan sesungguhnya kami akan melaksanakan shalat Jumat, maka
siapa yang akan melaksanakan salat Jum’at bersama kami, datanglah, dan
siapa yang akan kembali kepada keluarganya (tidak melaksanakannya), maka
kembalilah’.”
Catatan:
Analisa status hadis silahkan lihat: IED BERTEPATAN DENGAN HARI JUMAT (BAGIAN III-TAMAT)
Catatan:
Analisa status hadis silahkan lihat: IED BERTEPATAN DENGAN HARI JUMAT (BAGIAN III-TAMAT)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar