Pengertian Adzan dan Qomat
Adzan
secara etimologi (bahasa) berarti memberitahukan sesuatu. Kata Adzan
dengan makna ini digunakan dalam Al-Quran, antara lain Allah Swt.
berfirman :
وَأَذَانٌ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ إِلَى النَّاسِ يَوْمَ الْحَجِّ الْأَكْبَرِ
"Dan (Inilah) suatu pemberitahuan dari Allah dan rasul-Nya kepada umat manusia pada hari haji akbar…” (QS. At-Taubah:3)
Dan juga firman Allah ta'ala :
فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُلْ آذَنْتُكُمْ عَلَى سَوَاءٍ
“Jika mereka berpaling, maka katakanlah: "Aku telah menyampaikan kepada kamu sekalian (ajaran) yang sama (antara kita)…” ( QS. Al-Anbiya':109)
Maksudnya aku telah memberitahukan kepada kalian, jadi pengetahuan kita sekarang sama. (Lihat, An-Nihayah fi Gharib al-Hadits karya Ibnul Atsir, I:34, dan Al-Mughni, karya Ibnu Qudamah, II:53)
Sedangkan
secara terminologi (istilah) Adzan berarti pemberitahuan tentang
masuknya waktu shalat dengan kalimat-kalimat tertentu sesuai dengan
syari'at. (Lihat, Al-Mughni II:53, Subulus Salam Syarh Bulughul Maram, karya Ash-Shan'ani, II:55)
Disebut demikian karena orang yang adzan memberitahukan orang lain tentang waktu-waktu shalat. Dan dinamakan juga dengan An-Nida (panggilan/seruan) karena muazzinnya memanggil orang untuk melaksanakan shalat. (Lihat, Syarah Al-'Umdah, karya Ibnu Taimiyah, II:95), sebagaimana Allah swt. berfirman :
وَإِذَا نَادَيْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ اتَّخَذُوهَا هُزُوًا وَلَعِبًا ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَعْقِلُونَ
"Dan
apabila kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) sembahyang, mereka
menjadikannya buah ejekan dan permainan. yang demikian itu adalah karena
mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal" . (QS. Al-Maidah:58)
Dan juga firman Allah ta'ala :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ
"Wahai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah.." ( QS. Al-Jumu'ah:9)
Adapun Qomat (Iqamah) secara etimologi berarti mendirikan sesuatu apabila dia telah menjadi lurus.
Sedangkan
secara terminologi Qomat berarti memberitahukan tentang pendirian/
pelaksanaan shalat fardhu dengan zikir (lafaz) tertentu yang
disyari'atkan. (Lihat, Ar-Rawdhu Al-Murbi' ma'a Hasyiyah Ibnu Qasim, I:428)
Jadi
adzan adalah pemberitahuan tentang waktu shalat, sedangkan Qomat adalah
pemberitahuan tentang pekerjaan (shalat), dan Qomat disebut juga adzan
yang kedua, atau panggilan yang kedua. (Lihat, Syarah Al-'Umdah, II:95)
Tarikh Tasyri (Sejarah Pensyariatan) Adzan & Qamat
Sebagaimana
telah dimaklumi bahwa salat lima waktu disyariatkan pada malam Mi'raj
tiga tahun sebelum hijrah sebanyak 11 rakaat, masing-masing 2 rakaat
kecuali salat maghrib 3 rakaat, baik bagi musafir maupun muqim. Setelah
hijrah, masing-masing ditambah 2 rakaat kecuali Maghrib dan subuh. Namun
setelah turun ayat 101 surat an-Nisa tahun 4 hijriah, maka bagi musafir
salat itu dapat dilakukan 2 rakaat. (Lihat, Fathul Bari, I:554; Taudhihul Ahkam Syarah Bulugh al-Maram, I:469).
Sedangkan
salat Jumat disyariatkan (dengan turunnya ayat 9 surat al-Jum’ah)
ketika beliau di tengah perjalanan menuju Madinah, yaitu di Bathni wadin
(lembah di sekitar Madinah) milik keluarga Banu Salim bin ‘Auf. (Lihat,
Tarikh at-Thabari, I:571; Sirah Ibnu Hisyam, juz III, hal. 22; Tafsir al-Qurthubi, juz XVIII, hal. 98)
Adapun pensyariatan adzan dan qamat terjadi pada tahun pertama hijriah setelah Nabi tiba di Madinah (Lihat, As-Sirah An-Nabwiyyah, Karya Ibnu Hisyam, II:154-155; As-Sirah An-Nabawiyyah, karya Ibnu Katsir, II:334-335; Al-Bidayah Wan Nihayah, III:231-232).
Berdasarkan
data sejarah di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pensyariatan shalat
tidak bersamaan dengan adzan-Qamat. Karena itu dapat dimaklumi apabila
pelaksaan salat lima waktu dan salat jumat di awal pensyariatannya tanpa
disertai adzan dan qamat. Dengan perkataan lain, Nabi dan kaum muslimin
melaksanakan salat fardhu selama 3 tahun tanpa didahului oleh adzan
& qamat.
Pensyariatan Kalimat Adzan & Qamat
Kalimat-kalimat
pada adzan dan iqomat bukan hasil ijtihad Rasulullah, melainkan
ditetapkan berdasarkan wahyu. Bilal dan Ibnu Ummi Maktum sebagai muadzin
di Madinah, Abu Mahdzurah sebagai muadzin di Mekah, dan Saad Al-Qarzhi
di Kuba, semuanya mengumandangkan adzan dengan menggunakan
kalimat-kalimat yang diajarkan oleh Nabi saw. meskipun cara
penerimaannya tidak sama. Bilal menerimanya dari Abdullah bin Zaid,
sedangkan Abu Mahdzurah dari Nabi saw.
Adapun kalimat-kalimat Adzan versi Abdullah bin Zaid yang diterima oleh Bilal sebagai berikut:
لَمَّا
أَمَرَ رَسُوْلُ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- بِالنَّاقُوْسِ لِيَضْرِبَ
بِهِ لِلنَّاسِ فِي الْجَمْعِ لِلصَّلاَةِ أَطَافَ بِيْ وَأَنَا نَائِمٌ
رَجُلٌ يَحْمِلُ نَاقُوْسًا فِي يَدِهِ فَقُلْتُ لَهُ : يَا عَبْدَ اللهِ
أَتَبِيْعُ النَّاقُوْسَ فَقَالَ : وَمَا تَصْنَعُ بِهِ قَالَ: قُلْتُ
نَدْعُوْ بِهِ لِلصَّلاَةِ قَالَ: أَفَلاَ أَدُلُّكَ عَلىَ مَا هُوَ خَيْرٌ
مِنْ ذلِكَ قُلْتُ: بَلَى قَالَ: تَقُوْلُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ اِلاَّ اللهُ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُولُ
اللهِ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُولُ اللهِ حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ
حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ حَيَّ عَلَى الفَلاَحِ حَيَّ عَلَى الفَلاّحِ اللهُ
أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ
(Abdullah bin Zaid
bin Abdu rabbih berkata) Ketika Rasulullah saw. memerintah memukul
naqus (lonceng) agar orang-orang berkumpul untuk melakukan salat, saya
tidur, bermimpi datang seorang laki-laki membawa naqus di tangannya,
maka saya bertanya kepadanya, ‘Ya Abdallah ! apakah engkau mau jual
naqus itu ?’ Orang itu menjawab, ‘Engkau mau gunakan naqus itu buat apa
?’ Saya jawab, ‘Untuk memanggil salat’. Ia berkata, ‘Maukah aku unjukan
kepadamu cara yang lebih baik ?’ Saya jawab, ‘Ya’ Lalu ia berkata,
‘Kamu ucapkan Allahu Akbar (empat kali) ... (sampai akhir Adzan)’
Kemudian
Abdullah bin zaid menghadap Rasulullah untuk melaporkan adzan yang
diterimanya dari mimpi, dan beliau membenarkan hal itu. Kemudian beliau
menyuruh agar adzan itu diajarkan kepada Bilal, karena suara Bilal lebih
baik daripada Abdullah bin Zaid. Dalam riwayat itu ditegaskan:
إِنَّ هذَا رُؤْيَا حَقٌّ إِنْ شَاءَ اللهُ فَقُمْ مَعَ بِلاَلٍ فَأَلْقِ عَلَيْهِ مَا رَأَيْتَ فَلْيُؤَذِّنْ بِهِ فَإِنَّهُ أَنْدَى صَوْتًا مِنْكَ فَقُمْتُ مَعَ بِلاَلٍ فَجَعَلْتُ أُلْقيْهِ عَنْهُ وَيُؤَذِّنُ بِهِ
“Sesungguhnya
mimpi itu mimpi yang benar, insya Allah, pergilah beserta Bilal, maka
ajarkan kepadanya seperti yang kamu terima dalam mimpi itu, sesungguhnya
dia lebih bagus suaranya daripadamu. Maka aku pergi bersama Bilal, lalu
aku mengajarkan kepadanya, dan ia beradzan dengan itu”
Pada redaksi lain ditegaskan:
يَا بِلاَلُ قُمْ فَانْظُرْ مَا يَأْمُرُكَ بِهِ عَبْدُ اللهِ بْنُ زَيْدٍ فَافْعَلْهُ, قَالَ: فَأَذَّنَ بِلاَلٌ
“Hai
Bilal berdirilah, perhatikanlah apa yang Abdullah bin Zaid perintahkan
kepadamu, lalu lakukanlah.” Abdullah berkata, “Lalu Bilal azdan.”
Hadis
di atas diriwayatkan oleh Ahmad, At-Tirmidzi, al-Hakim, Ibnu
Khuzaimah, Ibnu Hiban, dan Ibnu Majah tanpa diterangkan adanya qomat.
Sedangkan pada riwayat Abu Dawud, Al-Baihaqi, dan Ibnu Abdil Barr,
setelah kalimat-kalimat adzan, diterangkan sebagai berikut:
قَالَ ثُمَّ اسْتَأْخَرَ غَيْرَ بَعِيْدٍ قَالَ: ثُمَّ تَقُوْلُ إِذَا أُقِمَتِ
الصَّلاَةُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ
اللهُ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُولُ اللهِ حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ
حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ ...
Kemudian
ia mundur tidak berapa jauh dan ia berkata, ‘Kalau kamu mau salat
(qomat) ucapakan, ‘Allahu Akbar (dua kali) .... (sampai akhir
Iqomat).
Peristiwa ini terjadi pada tahun pertama hijriah setelah Nabi tiba di Madinah (lihat, As-Sirah An-Nabwiyyah karya Ibnu Hisyam, II:154-155; As-Sirah An-Nabawiyyah karya Ibnu Katsir, II:334-335; Al-Bidayah Wan Nihayah, III:231-232).
Sedangkan kalimat-kalimat adzan yang diajarkan Nabi saw. kepada Abu Mahdzurah sebagai berikut:
...فَعَلَّمَهُ الأَذَانَ
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ أَشْهَدُ
اَنْ لاَ إِلهَ اِلاَّ اللهُ أَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلهَ اِلاَّ اللهُ
أَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ أَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا
رَّسُولُ اللهِ أَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلهَ اِلاَّ اللهُ أَشْهَدُ اَنْ لاَ
إِلهَ اِلاَّ اللهُ أَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُولُ اللهِ أَشْهَدُ
اَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُولُ اللهِ حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ حَيَّ عَلَى
الصَّلاَةِ حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ اللهُ أَكْبَرُ
اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلهَ اِلاَّ اللهُ
... Rasulullah saw. telah mengajarinya adzan Allahu Akbar...(dan seterusnya) ” H.r. Ad-Darimi.
Peristiwa ini terjadi ketika Rasulullah kembali dari perang Hunain (lihat, Al-Fathur Rabbani, III:19) Perang Hunain terjadi pada bulan syawwal tahun 8 hijriah (lihat, Qadatun Nabiyyi, 1995:648)
Keterangan-keterangan
di atas menunjukkan bahwa tidak terjadi perbedaan kalimat-kalimat adzan
sejak pertama kali dikumandangkan pada tahun pertama hijriah, kecuali
adzan Abu Mahdzurah dengan tarji’, yakni setelah mengucapkan
kalimah syahadat dengan suara yang tidak nyaring, ia ulangi dengan suara
nyaring. Namun tentang lafal qomat terjadi perbedaan antara satu dengan
lainnya.
A. Iqomat Abu Mahdzurah
Imam Al-Hakim meriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata:
أَمَرَ رَسُوْلُ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- أَبَا مَحْذُوْرَةَ أَنْ يَشْفَعَ الأَذَانَ وَيُوْتِرَ الإِقَامَةَ
“Rasulullah saw. memerintah Abu Mahdzurah agar menggenapkan adzan dan mewitirkan qomat.”
Dan pada riwayat Ad-Daraquthni ditegaskan dengan redaksi
وَأَمَرَهُ أَنْ يُقِيْمَ وَاحِدَةً وَاحِدَةً
“Dan Beliau memerintahnya agar qamat satu kali-satu kali.” (Lihat, Fathul Bari, II:100)
Dalam riwayat Abu Nu’aim (Al-Musnad Al-Mustakhraj alas Shahih Muslim, II:4-5) diterangkan bahwa kalimat-kalimat iqamat itu dua kali dua kali kecuali “Hayya ‘alas shalah dan Hayya ‘alal falah. Adapun redaksi hadisnya sebagai berikut:
عَنْ أَبِيْ مَحْذُورَةَ أَنَّ النَّبِيَ -صلى الله عليه وسلم- قالَ: اَلأَذَانُ
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ أَشْهَدُ
أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ
أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً رَسُولُ اللهِ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً
رَسُولُ اللهِ حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ حَيَّ عَلَى
الْفَلاَحِ حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ
إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَالإِقَامَةُ مَثْنَى اللهُ أَكْبَرُ
اللهُ أَكْبَرُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ
إِلهَ إِلاَّ اللهُ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ أَشْهَدُ
أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ حَيَّ عَلَى
الْفَلاَحِ قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ اللهُ
أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ
Hadis ini menjelaskan bahwa kalimat-kalimat iqomat itu dua kali dua kali kecuali hayya ‘alas shalah dan hayya ‘alal falah.
Dalam
riwayat Ibnul Jarud dan Ibnu Hiban disebutkan bahwa kalimat-kalimat
iqamat itu dua kali dua kali kecuali takbir pada awal iqamat sebanyak
empat kali. Adapun redaksi hadisnya sebagai berikut:
أَنَّ أَبَا مَحْذُورَةَ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَخْبَرَهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ -صلى الله عليه
وسلم- عَلَّمَهُ الأَذَانَ تِسْعَ عَشَرَةَ كَلِمَةٍ وَالإِقَامَةَ سَبْعَ
عَشَرَةَ كَلِمَةٍ الأَذَانُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ … وَالإِقاَمَةَ
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ أَشْهَدُ
أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ
أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا
رَسُولُ اللهِ حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ حَيَّ عَلَى
الْفَلاَحِ حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ قَدْ قَامَتِ
الصَّلاَةُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ
Hadis ini menunjukkan bahwa kalimat-kalimat iqomat dua kali dua kali kecuali takbir pada awal iqomat sebanyak empat kali.
Pada riwayat Al-Baihaqi disebutkan bahwa takbir pada iqamat itu dua kali
عَنْ أَبِي مَحْذُوْرَةَ
قَالَ: لَمَّا خَرَجَ النَّبِيُ -صلى الله عليه وسلم- إِلَى حُنَيْنٍ
فَذَكَرَ الْحَدِيْثَ وَقَالَ: فِي التَّكْبِيْرِ فِي صَدْرِ الأَذَانِ
أَرْبَعًا قَالَ: وَعَلَّمَنِي الإِقَامَةَ مَرَّتَيْنِ
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ
أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ حَيَّ
عَلَى الْفَلاَحِ قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ اللهُ
أَكْبَرُ اللهُ أِكْبَرُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ
Hadis ini menjelaskan bahwa takbir pada iqomat itu dua kali
Keterangan-keterangan
di atas menunjukkan bahwa terjadi perbedaan kalimat-kalimat iqomat yang
diajarkan oleh Nabi kepada Abu Mahdzurah, padahal Nabi mengajarkan hal
itu pada waktu yang sama, yaitu ketika kembali dari perang Hunain yang
terjadi pada bulan syawwal tahun 8 hijriah. Dan riwayat-riwayat ini
tidak dapat dipastikan mana yang rajah (kuat).
B. Iqomat Abdullah bin Zaid
Dalam riwayat Abu Dawud, Al Baihaqi, dan Ibnu Abdil Barr disebutkan bahwa takbir iqamat itu dua kali.
لَمَّا
أَمَرَ رَسُوْلُ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- بِالنَّاقُوْسِ لِيَضْرِبَ
بِهِ لِلنَّاسِ فِي الْجَمْعِ لِلصَّلاَةِ أَطَافَ بِيْ وَأَنَا نَائِمٌ
رَجُلٌ يَحْمِلُ نَاقُوْسًا فِي يَدِهِ فَقُلْتُ لَهُ يَا عَبْدَ اللهِ
أَتَبِيْعُ النَّاقُوْسَ فَقَالَ وَمَا تَصْنَعُ بِهِ قَالَ قُلْتُ
نَدْعُوْ بِهِ لِلصَّلاَةِ قَالَ أَفَلاَ أَدُلُّكَ عَلىَ مَا هُوَ خَيْرٌ
مِنْ ذلِكَ قُلْتُ: بَلَى قَالَ: تَقُوْلُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ اِلاَّ اللهُ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ
اللهِ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ
حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ
اللهُ أِكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ قَالَ: ثُمَّ
اسْتَأْخَرَ غَيْرَ بَعِيْدٍ قَالَ: ثُمَّ تَقُولُ إِذَا أُقِيمَتِ
الصَّلاَةُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ
اللهُ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ
حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ ...
Hadis
ini diriwayatkan oleh Abu Dawud, Al-Baihaqi, dan Ibnu Abdil Barr.
Sedangkan dalam riwayat Ahmad, At-Tirmidzi, al-Hakim, Ibnu Khuzaimah,
Ibnu Hiban, dan Ibnu Majah tanpa diterangkan adanya iqomat. Demikian
pula dalam kitab-kitab Sirah Rasulullah saw. pada umumnya.
C. Iqomat Bilal
Di
atas telah disebutkan bahwa Bilal mendapatkan pengajaran adzan dari
Abdullah bin Zaid, namun tidak ditegaskan bahwa Bilal mendapatkan
pengajaran iqomat darinya. Hal ini berbeda dengan Abu Mahdzurah yang
secara tegas mendapatkan pengajaran adzan dan iqomat dari Rasul.
Bahkan dengan kalimat
1.
فَأَلْقِ عَلَيْهِ مَا رَأَيْتَ فَلْيُؤَذِّنْ بِهِ (maka ajarkan
kepadanya seperti yang kamu terima dalam mimpi itu) dan وَيُؤَذِّنُ
بِهِ (dan ia beradzan dengan itu)
2. فَأَذَّنَ بِلاَلٌ (maka Bilal beradzan)
menunjukkan
bahwa dari Abdullah bin Zaid itu Bilal hanya mendapatkan pengajaran
adzan (empat kali takbir) tidak dengan iqomatnya. Oleh sebab itu, untuk
mengetahui kalimat-kalimat iqomat Bilal kita perhatikan
keterangan-keterangan di bawah ini.
عَنْ أَبِيْ قِلاَبَةَ عَنْ أَنَسٍ
قَالَ: كَانَتِ الصَّلاَةُ إِذَا حَضَرَتْ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ
-صلى الله عليه وسلم- سَعَى رَجُلٌ فِي الطَّرِيْقِ فَنَادَى الصَّلاَةُ
الصَّلاَةُ فَاشْتَدَّ ذلِكَ عَلَى النَّاسِ فَقَالُوْا: لَوِ اتَّخَذْنَا
نَاقُوْسًا يَا رَسُوْلَ اللهِ فَقَالَ: ذلِكَ لِلنَّصَارَى فَقَالُوْا:
لَوِ اتَّخَذْنَا بُوْقًا قَالَ: ذلِكَ لِلْيَهُوْدِ قَالَ فَأُمِرَ
بِلاَلٌ أَنْ يَشْفَعَ الأَذَانَ وَيُوْتِرَ الإِقَامَةَ
Dari Abu
Qilabah, dari Anas, ia berkata, “Pada masa Rasulullah, bila tiba waktu
salat seseorang berjalan lalu menyeru: as-solah as-solah. Hal itu
dirasakan berat oleh orang-orang, maka mereka mengusulkan, ‘Bagaimana
kalau kita pakai lonceng wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Itu untuk
Nashrani’ Mereka mengusulkan yang lain, ‘Bagaimana kalau terompet?’
Beliau menjawab, ‘Itu untuk Yahudi’ Anas berkata, ‘Maka Bilal diperintah
untuk menggenapkan adzan dan mewitirkan iqomat. H.r. Al-Jamaah,
Al-Baihaqi, Ibnu Hiban, Ibnu Khuzaimah, Ibnul Jarud, dan Abu Awanah.
Redaksi di atas riwayat Al-Baihaqi.
Sedangkan pada riwayat Ibnu Khuzaimah dengan redaksi:
فَأُمِرَ
بِلاَلٌ أَنْ يَشْفَعَ الأَذَانَ وَيُوْتِرَ الإِقَامَةَ إِلاَّ
قَوْلَهُ قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ
“Maka Bilal diperintah untuk menggenapkan adzan dan mewitirkan iqomat kecuali perkataan qad qamatis shalah.”
Berdasarkan hadis di atas Imam, Al-Bukhari membuat dua bab dengan judul
بَابٌ اَلأِذَانُ مَثْنَى مَثْنىَ dan باب الإِقَامَةُ وَاحِدَةٌ إِلاَّ قَوْلَهُ قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ
“Bab Adzan matsna-matsna” dan “Bab Qamat itu satu kecuali kalimat qad qamatis shalah.”
Ibnu Hajar menerangkan bahwa yang dimaksud dengan kalimat matsna-matsna adalah marratain-marratain (dua kali-dua kali). (Fathul Bari, II:100)
Memperhatikan
keterangan-keterangan di atas, maka kami tidak mendapatkan satu pun
muadzin pada masa Rasulullah yang mengamalkan lafal iqomat Abdullah bin
Zaid:
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ
اللهُ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ
حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ
Oleh Sebab itu, pada beberapa riwayat disebutkan:
عَنِ
ابْنِ عُمَرَ قَالَ : اِنَّمَا كَانَ الاَذَانُ عَلَى عَهْدِ رَسُو لِ
اللهِ -صلى الله عليه وسلم- مَرَّتَيْنِ مَرَّتَيْنِ وَالاِقَامَةُ مَرَّةً
مَرَّةً غَيْرَ اَنَّهُ يَقُولُ : قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ قَدْ قَامَتِ
الصَّلاَةُ وَ كُنَّا اِذَا سَمِعْنَا الاِقَامَةَ نَتَوَضَأُ ثُمَّ
خَرَجْنَا اِلَى الصَّلاَةِ .
Dari Ibnu Umar, ia berkata,
“Sesungguhnya adzan di zaman Rasulullah saw. itu. tiada lain dua kali
dan iqamatnya satu kali-satu kali, kecuali ucapan Qad qamatis shalat-Qad
qamatis shalat Dan kami (para shahabat) apabila mendengar iqamah, kami
berwudhu, kemudian kami keluar untuk shalat.” H.r. Ahmad, Abu Dawud,
An-Nasai, Ibnu Hiban, dan Al-Hakim.
Dalam riwayat Al-Baihaqi dengan redaksi:
كَانَ الأَذَانُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- مَثْنَى مَثْنَى وَالإٌقَامَةُ فُرَادًى
“Adzan di jaman Rasulullah saw. itu dua kali-dua kali dan iqomat satu kali”
Sedangkan pada riwayat Abu Awanah dengan redaksi:
كَانَ
الأَذَانُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- مَثْنَى
مَثْنَى وَالإِقَامَةُ مَرَّةً مَرَّةً غَيْرَ أَنَّ الْمُؤَذِنَ إِذَا
قَالَ: قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ قَالَ مَرَّتَيْنِ
“Adzan di jaman Rasulullah saw. itu dua kali-dua kali dan iqomat satu kali-satu kali. Hanya muadzin apabila mengucapkan Qad qamatis shalah dua kali.”
Hal itu diprtegas pula dalam keterangan Salamah bin Al-Akwa’:
عَنْ
سَلَمَةَ بْنِ الأَكْوَعِ قَالَ: كَانَ الأَذَانُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَثْنَى مَثْنَى وَالإِقَامَةُ
فَرْدًا
“Dari Salamah bin Al Akwa, ia mengatakan adzan pada jaman
Rasulullah saw. dua kali-dua kali dan iqamah satu kali.” H.r.
Ad-Daruquthni
Berdasarkan keterangan-keterangan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
(a) Dilihat dari derajat hadis, hadis tentang iqomat dengan satu kali takbir: الله أكبر derajatnya ashah (lebih sahih).
(b) Takbir dalam iqamat disyariatkan dengan dua kali takbir: الله أكبر الله أكبر atau satu kali takbir: الله أكبر.
Sumber: Ust Amin Mukhtar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar