Ketentuan Zakat Fitrah
Pada tahun ke-2 hijriah itu, selain menyebut istilah, Nabi saw. pun menetapkan beberapa aturan zakat yang amat penting diperhatikan oleh kaum muslimin, sebagai berikut:
Pertama, muzakki Zakat Fitrah
Zakat fitrah wajib dikeluarkan oleh setiap orang muslim. Bagi mereka
yang berada dibawah tanggungan orang lain, maka zakatnya menjadi
kewajiban penanggungnya, baik ia seorang pembantu rumah tangga, seorang
dewasa, ataupun seorang kanak-kanak, bahkan bayi yang telah bernyawa,
yang masih didalam rahim, semuanya wajib mengeluarkan zakat fitrahnya,
baik dari hartanya sendiri, ataupun oleh penanggung yang bertanggung
jawab atasnya.
Di dalam hadis diterangkan:
قَالَ ابْنُ عُمَرَ : فَرَضَ رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى الله ُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ
اَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيْرٍ عَلَى اْلعَبْدِ وَالْحُرِّ وَالذَّكَرِ
وَالأُنْثَىْ وَالصَّغِيْرِ وَالْكَبِيْرِ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ وَاَمَرَ
اَنْ تُؤَدَّي قَبْلَ خُرُوْجِ النَّاسِ اِلَى الصَّلاَةِ
Ibnu Umar mengatakan, “Rasulullah saw. mewajibkan zakat fitrah satu
sha’ dari kurma, atau satu sha dari syair (gandum) atas hamba sahaya,
orang yang merdeka, laki-laki perempuan, anak kecil dan dewasa dari
kalangan muslimin. Dan beliau memerintahkan untuk ditunaikan sebelum
orang-orang keluar melaksanakan shalat ied.” HR. Al-Bukhari.[1]
Dalam riwayat lain diterangkan oleh Al-Hasan Al-Bishri:
خَطَبَ ابْنُ عَبَّاسٍ فِي النَّاسَ آخِرِ
رَمَضَانَ فَقَالَ يَا أَهْلَ الْبَصْرَةِ أَدُّوا زَكَاةَ صَوْمِكُمْ
قَالَ فَجَعَلَ النَّاسُ يَنْظُرُ بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ فَقَالَ مَنْ
هَاهُنَا مِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ قُومُوا فَعَلِّمُوا إِخْوَانَكُمْ
فَإِنَّهُمْ لَا يَعْلَمُونَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَضَ صَدَقَةَ رَمَضَانَ نِصْفَ صَاعٍ مِنْ بُرٍّ
أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ عَلَى الْعَبْدِ
وَالْحُرِّ وَالذَّكَرِ وَالْأُنْثَى
“Ibnu Abbas berkhutbah di hadapan orang-orang pada akhir bulan
Ramadhan, lalu ia berkata, ‘Wahai penduduk Bashrah, keluarkanlah zakat
shaum kalian (zakat fithrah).’ Ia (Humaid Ath-Thawil) berkata, ‘Maka
orang-orang saling memandang satu dengan yang lainnya.’ Ibnu Abbas
melanjutkan perkataannya, ‘Siapakah di sini yang berasal dari Madinah?
Bangunlah, ajarkanlah saudara-saudara kalian, karena sesungguhnya mereka
tidak mengerti bahwa Rasulullah saw. mewajibkan zakat kepada setiap
budak, orang merdeka, laki-laki dan wanita pada bulan Ramadlan sebanyak
setengah sha’ gandum, atau satu sha’ tepung, atau satu sha’ kurma.” HR. Ahmad. [2]
Pada riwayat yang lain dengan redaksi:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَضَ صَدَقَةَ الْفِطْرِ عَلَى الصَّغِيرِ
وَالْكَبِيرِ وَالْحُرِّ وَالْعَبْدِ وَالذَّكَرِ وَالْأُنْثَى نِصْفَ
صَاعٍ مِنْ بُرٍّ أَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ شَعِيرٍ
“Bahwa Rasulullah saw. telah mewajibkan
zakat fitri atas anak kecil dan orang dewasa, yang merdeka dan hamba
sahaya, lelaki dan perempuan, sebanyak setengah Sha’ gandum atau satu
Sha’ kurma atau sya’ir (jenis gandum).” HR. An-Nasai dan Ad-Daraquthni. [3]
Kata ash-Shagiir (anak kecil)
mencakup di dalamnya bayi yang masih berada didalam kandungan ibunya
apabila usia kandungan itu telah mencapai umur 120 hari atau empat
bulan. Sehubungan dengan itu Usman bin Afan membayar zakat fitrah bagi
anak kecil, orang dewasa dan bayi dalam kandungan, sebagaimana
diriwayatkan Ibnu Abu Syaibah berikut ini:
أَنَّ عُثْمَانَ كَانَ يُعْطِيْ صَدَقَةَ الْفِطْرِ عَنِ الْحَبْلِ
“Sesungguhnya Usman bin Afan memberikan zakat fitrah dari bayi yang dikandung.” [4]Dalam riwayat Ahmad disebutkan dengan redaksi:
أَنَّ عُثْمَانَ كَانَ يُعْطِيْ صَدَقَةَ الْفِطْرِ عَنِ الصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ وَالْحَمْلِ
“Sesungguhnya Usman bin Afan memberikan zakat fitrah dari anak kecil, orang dewasa, dan bayi yang dikandung.” [5]
Demikian pula dengan para sahabat lainnya, sebagaimana diterangkan oleh Abu Qilabah.
عَنْ أَبِيْ قِلاَبَةَ قَالَ كَانَ
يُعْجِبُهُمْ أَنْ يُعْطُوْا زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنِ الصَّغِيْرِ
وَالْكَبِيْرِ حَتَّى عَلَى الْحَبْلِ فِي بَطْنِ أُمِّهِ
Dari Abu Qilabah, ia berkata, “Adalah menjadi perhatian mereka
(para sahabat) untuk mengeluarkan/memberikan zakat fitrah dari anak
kecil, dewasa, bahkan yang masih dalam kandungan.” HR.Abdurrazaq. [6]
Kata Ibnu Hazm:
وَأَبُو قِلَابَةَ أَدْرَكَ الصَّحَابَةَ وَصَحِبَهُمْ وَرَوَى عَنْهُمْ ،
“Dan Abu Qilabah sezaman dengan para shahabat Nabi saw. dan menyertai mereka serta meriwayatkan dari mereka.” Selanjutnya, Ibnu Hazm menegaskan:
وَلَا يُعْرَفُ لِعُثْمَانَ فِي هَذَا مُخَالِفٌ مِنْ الصَّحَابَةِ
“Dan tidak diketahui ada shahabat yang menyelisihi tindakan Usman dalam masalah ini (memberikan zakat fitrah dari bayi yang dikandung).” [7]
Keterangan Ibnu Hazm di atas menunjukkan bahwa membayar zakat fitrah
bagi bayi dalam kandungan merupakan konsensus (ijma) para shahabat.
Sementara telah maklum bahwa ijma para shahabat merupakan dalil agama,
karena ijma menyingkapkan adanya dalil dari Nabi saw. (daliilun ‘alaa wujuudi daliilin).
By Amin Muchtar, sigabah.com/beta
[1]Lihat, Shahih Al-Bukhari, II:547, No. hadis 1432
[2]Lihat, Musnad Ahmad, I:351, No. hadis 3291
[3]Lihat, HR. An-Nasai, Sunan An-Nasai, III:190, No. hadis 1580, V:52, No. hadis 2515, As-Sunan Al-Kubra, II:28, No. hadis 2292; Ad-Daraquthni, Sunan Ad-Daraquthni, II:152, No. hadis 65.
[4]Lihat, Mushannaf Ibnu Abu Syaibah, II:432, No. Hadis 10.737.
[5]Lihat, Masaa’il Ahmad bin Hanbal Riwaayah Ibnuhu Abdullah, hlm. 168.
[6]Lihat, al-Mushannaf, III:319, No. hadis 5788.
[7]Lihat, Al-Muhalla bi al-Atsar, VI:132.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar