Pages

Kamis, 30 Agustus 2012

MASBUQ BERJAMA’AH


Setiap muslim yang melaksanakan salat tentu saja berharap ibadah salatnya diterima Allah. Untuk itu, ia harus berupaya agar pelaksanaan salatnya sesuai dengan kaifiat (tata cara) salat Rasulullah. Hal itu sebagaimana disabdakan Rasul
صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِيْ أُصَلِّيْ
Salatlah sebagaimana kalian melihat aku melaksanakan salat. H.r. Al-Baihaqi
Namun dalam beberapa hal terkadang membuat ragu seseorang dalam melaksanakan salatnya, sehingga dirinya terdorong untuk mengajukan pertanyaan. Salah satu masalah yang sering menjadi pertanyaan adalah: beberapa orang tertinggal salat berjama’ah, setelah  imam dan jamaah pertama selesai, kemudian menyempurnakan kekurangannya. Bolehkah salah seorang dari mereka menjadi imam dan yang lainnya jadi makmum?
Untuk menjawab permasalahan di atas, ada tiga hal yang perlu disampaikan;
Pertama tentang keutamaan salat berjama’ah
Keutamaan shalat berjama’ah telah disepakati, karena telah ditetapkan di dalam berbagai hadis, antara lain
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُوْدٍ قَالَ: إِذَا كُنْتُمْ ثَلَاثَةً فَصَلُّوْا جَمِيْعًا فَلْيَؤُمَّكُمْ أَحَدُكُمْ – رواه أحمد ومسلم والنسائي
Dari Abdullah bin Masud, ia berkata, “Apabila kalian bertiga, salatlah secara berjama’ah, hendaklah  salah seorang di antara kalian jadi imam.” H.r. Ahmad, Muslim, An-Nasai.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قال:قَالَ رَسُولُ اللَّهِ r صَلَاةُ الْجَمَاعَةِ تَفْضُلُ صَلَاةَ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً. متفق عليه.
Dari Ibnu Umar, ia berkata, “Rasulullah saw. bersabda, ‘Salat berjama’ah itu mengungguli salat dengan 27  derajat’.” Muttafaq Alaih.
Dalam hadis lain diterangkan
عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ قَالَ:قال رَسُولُ اللَّهِ r وَإِنَّ صَلَاةَ الرَّجُلِ مَعَ الرَّجُلِ أَزْكَى مِنْ صَلَاتِهِ وَحْدَهُ وَصَلَاتُهُ مَعَ الرَّجُلَيْنِ أَزْكَى مِنْ صَلَاتِهِ مَعَ الرَّجُلِ وَمَا كَثُرَ فَهُوَ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى.رواه أحمدوأبوداود والنسائي وابن ماجه
Dari Ubay bin Ka’ab, ia berkata, “Rasulullah saw. bersabda, Salat seseorang dengan seseorang lainnya lebih beruntung (lebih bersih) dari salat sendirian (munfarid). Dan salatnya dengan dua orang lainnya lebih beruntung daripada salatnya berasama seorang lainnya. Dan lebih banyak  (jumlahnya) maka lebih dicintai oleh Allah ta’ala.” H.r. Ahmad, Abu Daud, An-Nasai dan Ibnu Majah.
Berdasarkan hadis di atas, apabila dua orang atau lebih mendirikan salat, lebih utama dilakukan secara berjamaah.
Kedua, bolehkah makmum kemudian menjadi imam?
Tentang makmum menjadi imam, pernah dialami oleh Nabi saw. ketika beliau bermakmum kepada Abu Bakar. Kemudian karena Abu Bakar tidak sanggup mengimami Rasulullah saw. akhirnya beliau menjadi imam sebagaimana diriwayatkan dalam hadis Al-Muslim:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ لَمَّا ثَقُلَ رَسُولُ اللَّهِ r جَاءَ بِلَالٌ يُؤْذِنُهُ بِالصَّلَاةِ فَقَالَ مُرُوا أَبَا بَكْرٍ فَلْيُصَلِّ بِالنَّاسِ قَالَتْ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَبَا بَكْرٍ رَجُلٌ أَسِيفٌ وَإِنَّهُ مَتَى يَقُمْ مَقَامَكَ لَا يُسْمِعِ النَّاسَ فَلَوْ أَمَرْتَ عُمَرَ فَقَالَ مُرُوا أَبَا بَكْرٍ فَلْيُصَلِّ بِالنَّاسِ قَالَتْ فَقُلْتُ لِحَفْصَةَ قُولِي لَهُ إِنَّ أَبَا بَكْرٍ رَجُلٌ أَسِيفٌ وَإِنَّهُ مَتَى يَقُمْ مَقَامَكَ لَا يُسْمِعِ النَّاسَ فَلَوْ أَمَرْتَ عُمَرَ فَقَالَتْ لَهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ r إِنَّكُنَّ لَأَنْتُنَّ صَوَاحِبُ يُوسُفَ مُرُوا أَبَا بَكْرٍ فَلْيُصَلِّ بِالنَّاسِ قَالَتْ فَأَمَرُوا أَبَا بَكْرٍ يُصَلِّي بِالنَّاسِ قَالَتْ فَلَمَّا دَخَلَ فِي الصَّلَاةِ وَجَدَ رَسُولُ اللَّهِ r مِنْ نَفْسِهِ خِفَّةً فَقَامَ يُهَادَى بَيْنَ رَجُلَيْنِ وَرِجْلَاهُ تَخُطَّانِ فِي الْأَرْضِ قَالَتْ فَلَمَّا دَخَلَ الْمَسْجِدَ سَمِعَ أَبُو بَكْرٍ حِسَّهُ ذَهَبَ يَتَأَخَّرُ فَأَوْمَأَ إِلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ r قُمْ مَكَانَكَ فَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ r حَتَّى جَلَسَ عَنْ يَسَارِ أَبِي بَكْرٍ قَالَتْ فَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ r يُصَلِّي بِالنَّاسِ جَالِسًا وَأَبُو بَكْرٍ قَائِمًا يَقْتَدِي أَبُو بَكْرٍ بِصَلَاةِ النَّبِيِّ r وَيَقْتَدِي النَّاسُ بِصَلَاةِ أَبِي بَكْرٍ
 Di dalam peristiwa lain, datang seorang laki-laki hendak salat bersama Nabi saw., tetapi ternyata ketika ia datang salat yang diimammi Nabi itu telah slesai. Kejadian tersebut hadits lengkapnya sebagai berikut:
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّ رَجُلًا دَخَلَ الْمَسْجِدَ وَقَدْ صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ r  بِأَصْحَابِهِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ r مَنْ يَتَصَدَّقُ عَلَى هَذَا فَيُصَلِّيَ مَعَهُ فَقَامَ رَجُلٌ مِنَ الْقَوْمِ فَصَلَّى مَعَهُ – رواه أحمد وأبو داود والترمذي -
Dari Abu Said ia berkata, sesungguhnya seorang laki-laki masuk ke masjid sedangkan Rasulullah saw. telah salat bersama para sahabat, kemudian Rasulullah saw. bersabda, ‘Siapa yang mau bershadaqah kepada orang ini, maka salatlah bersamanya?’ Kemudian seorang laki-laki dari satu kaum berdiri dan salat bersamanya.” H.r. Ahmad, Abu Daud dan At-Tirmidzi.
Maka untuk menunjukan penting dan lebih baiknya salat berjamaah dari salat munfarid, Rasulullah saw. menawarkan kepada orang yang telah salat bersamanya untuk salat lagi agar orang yang baru datang tersebut berjamaah (tidak munfarid).
Ketiga, apakah masbuk berjama’ah seperti yang ditanyakan pernah terjadi di zaman Rasul? Karena ada yang berpendapat bahwa pelaksanaan seperti itu tidak berdasarkan dalil, namun berdasarkan qias (analogi) kepada safar, yaitu mengangkat imam ketika safar. Padahal dasar hukum seperti ini kurang tepat, karena tidak dibenarkan mengkiaskan muamalah (bepergian) dengan ibadah (salat).
Pendapat di atas perlu untuk ditanggapi,  mengingat penetapan  bolehnya  berjamaah bagi yang masbuk bukan dengan jalan qias, melainkan berdasarkan dalil-dalil umum di atas serta dalil khusus, yaitu Rasulullah saw. pernah masbuq bersama al-Mughirah bin Syu’bah sebagaimana diterangkan pada hadis berikut ini
عَنِ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ قَالَ تَخَلَّفَ رَسُولُ اللَّهِ r وَتَخَلَّفْتُ مَعَهُ … ثُمَّ رَكِبَ وَرَكِبْتُ فَانْتَهَيْنَا إِلَى الْقَوْمِ وَقَدْ قَامُوا فِي الصَّلَاةِ يُصَلِّي بِهِمْ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ وَقَدْ رَكَعَ بِهِمْ رَكْعَةً فَلَمَّا أَحَسَّ بِالنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَهَبَ يَتَأَخَّرُ فَأَوْمَأَ إِلَيْهِ فَصَلَّى بِهِمْ فَلَمَّا سَلَّ  مَ قَامَ النَّبِيُّ r وَقُمْتُ فَرَكَعْنَا الرَّكْعَةَ الَّتِي سَبَقَتْنَا – رواه مسلم -
Dari Al-Mughirah bin Syu’bah, ia berkata, “Rasulullah saw. ketinggalan demikian juga aku…kemudian beliau menaiki kendaraannya dan aku pun berkendaraan bersamanya. Maka kami sampai kepada orang-roang, ternyata mereka sedang melaksanakan salat dan Abdurrahman bin Auf yang mengimami mereka, dan telah salat satu rakaat. Maka tatkala Abdurrahman bin Auf merasa bahwa Nabi datang ia bermaksud untuk mundur, tetapi Nabi berisyarat agar Abdurrahman bin Auf tetap mengimami mereka. Tatkala Abdurrahman bin Auf (dengan jama’ah) salam (selesai dari salatnya) Nabi saw. berdiri dan akupun berdiri, lalu kami melaksanakan salat yang ketinggalan itu. “ H.r. Muslim
Dengan keterangan al-Mughirah (Nabi saw. berdiri dan akupun berdiri lalu kami melaksanakan rakaat yang ketinggalan), jelaslah bahwa makmum yang masbuk lebih dari satu orang itu pada waktu menambah kekurangan rakaat yang ketinggalan hendaklah dilakukan secara berjamaah, agar tidak kehilangan keutamaan berjamaah.
Dengan demikian, menyatakan tidak bolehnya mendirikan jamaah bagi yang masbuk setelah salat selesai perlu menunjukkan dalil.

Tidak ada komentar: