Pages

Kamis, 30 Agustus 2012

ISRAIL VS PALESTINA MENURUT ALQURAN (Bagian Ke-1)

Pengertian Israil
Pada mulanya Israil adalah sebutan atau gelar bagi Nabi Ya’qub as. Di dalam Alquran disebutkan:
كُلُّ الطَّعَامِ كَانَ حِلًّا لِبَنِي إِسْرَائِيلَ إِلَّا مَا حَرَّمَ إِسْرَائِيلُ عَلَى نَفْسِهِ مِنْ قَبْلِ أَنْ تُنَزَّلَ التَّوْرَاةُ قُلْ فَأْتُوا بِالتَّوْرَاةِ فَاتْلُوهَا إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Semua makanan adalah halal bagi Bani Israil melainkan makanan yang diharamkan oleh Israil (Ya'qub) untuk dirinya sendiri sebelum Taurat diturunkan. Katakanlah: "(Jika kamu mengatakan ada makanan yang diharamkan sebelum turun Taurat), maka bawalah Taurat itu, lalu bacalah dia jika kamu orang-orang yang benar." Q.s. Ali Imran: 93
Dalam hadis riwayat Ahmad (al-Munad 1:273 dan 278) Abu Dawud ath-Thayalisi (Musnad at-Thayalisi 1:356), Ibnu Sa’ad (at-Thabaqatul Kubra 1:175) diterangkan bahwa Rasulullah saw. bertanya kepada orang-orang Yahudi, “Apakah kalian mengetahui bahwa Isra’il adalah Ya’qub?” Mereka menjawab, “Allahumma, ya”. Maka Rasulullah saw. Bersabda, “Ya Allah saksikanlah!”
Ya’qub diberkati banyak anak, antara lain, Lawe (berketurunan Musa, Harun, Ilyas dan Ilyasa), Yahuza (berketurunan Daud, Sulaiman, Zakaria, Yahya, dan Isa), Yusuf dan Benyamin (berketurunan Yunus). Anak dan turunannya itu kemudian dikenal dengan sebutan Bani Israil (Putra keturunan Nabi Ya’qub). Lihat silsilah lengkapnya pada lampiran diagram.
Adapun perkembangan Israel menjadi nama negara akan diuraikan pada pembahasan selanjutnya.
Pengertian Palestina
Pada awalnya Palestina disebut negeri Kan’an, karena negeri itu telah ditempati oleh suku-suku Kan’an (turunan Kan’an bin Ham bin Nuh as) sejak 2500 SM. Mereka telah membangun kota-kota dan istana-istana. Tempat-tempat peribadatan yang dihiasi dengan berhala-berhala didirikan untuk menyembah alam, terutama Tuhan badai yang menciptakan manusia. Rumah-rumah mereka juga dibangun dengan bentuk yang indah dan unik. Dalam Alquran mereka disebut kaum Jabbarin (lihat, al-Maidah:22) karena gagah perkasa. Kan’an pada awalnya terhitung sebuah desa dalam kawasan negeri Syam. Negeri ini kemudian menjadi tempat turunnya sebagian nabi Allah swt. yang menyerukan umat manusia untuk mengesakan-Nya. Di antara mereka adalah Ibrahim AS. Sebagai nenek moyang bangsa Arab dan Israil.
Adapun Palestina mengandung arti negeri orang-orang Filistin (turunan Filistin bin Sam bin Irm bin Sam bin Nuh). Dalam Alkitab (Injil), Palestina disebut juga tanah Israel, tanah Tuhan, tanah suci, dan bangsa Ibrani. Negeri ini mempunyai sejarah yang panjang bagi agama-agama Yahudi, Kristen, dan Islam. Batas-batas sekarang: di barat Laut Tengah, di timur Sungai Yordan dan Laut Mati, di utara Gunung Herman pada perbatasan Suriah-Libanon, dan di selatan Semenanjung Sinai. Letaknya di antara Mesir dan Asia Barat Daya menjadikannya pusat sengketa berbagai bangsa. Di dalamnya terdapat kota Yerusalem dengan segala sebutan, yakni Ursalem, Yepus, Kota Daud, Yudes, Ary’il, Aelia Capitolina (pada masa ini timbul sebutan Palestina untuk kawasan kota ini dan berbagai kota di sekitarnya), Baitulmakdis (Bait al-Maqdis) atau al-Quds asy-Syarif (suci dan mulia), dan sekarang pemerintah Israel menyebutnya Ursalem al-Quds (Yerusalem yang suci).
Sejarah Konflik Palestina
A.Fase Ibrahim As & Ishaq
Singkat cerita, ketika langkah dakwah Nabi Ibrahim dibatasi oleh Raja Namrud, Ibrahim meninggalkan tanah airnya, Babylonia (bagian selatan Mesopotamia, sekarang Irak) menuju Harran, suatu daerah di Jazirah. Di sini ia menemukan penduduk yang menyembah bintang. Penduduk di wilayah ini menolak dakwah Ibrahim as. Ibrahim yang waktu itu telah menikah dengan Sarah kemudian hijrah ke negeri Syam, termasuk di dalamnya Kan’an (Palestina), ditemani oleh Sarah dan Luth (anak saudaranya), pada tahun 2000 SM. Kisah hijrah ini diceritakan dalam Alquran surah Al-Anbiya:71
Karena tanah di negeri itu tandus, kemudian ia hijrah ke Mesir. Di tempat terakhir ini Nabi Ibrahim berniaga, bertani, dan berternak. Kemajuan usahanya membuat iri penduduk Mesir sehingga ia pun kembali ke Kan’an dengan membawa semua binatang ternak dan harta yang telah diperolehnya sebagai hasil usaha niaganya di Mesir. Setelah bertahun-tahun menikah, pasangan Ibrahim dan Sarah belum juga dikarunia anak. Untuk memperoleh keturunan, Sarah mengizinkan suaminya untuk menikahi Hajar, dayang/pembantu mereka yang diterimanya sebagai hadiah dari Raja Namrud. Dari perkawinan ini lahirlah Ismail.
Dengan kelahiran bayi Ismail, Sarah berangsur-angsur merasa cemburu sehingga ia meminta kepada suaminya agar memindahkan Hajar dengan anaknya ke suatu tempat yang jauh. Atas wahyu dari Allah, Ibrahim memenuhi kehendak istrinya itu. Ia kemudian memindahkan Hajar dengan bayinya ke tengah padang pasir di Mekah, dekat sebuah bangunan suci yang kemudian dikenal sebagi Ka’bah. Ia kemudian meninggalkan keduanya di tempat yang kering itu karena harus kembali ke Kan’an untuk menemui Sarah. Dalam perjalanan itu tidak henti-hentinya Ibrahim memanjatkan doa memohon keselamatan dan putra yang ditinggalkannya. Kisah ini diterangkan secara lengkap dalam hadis riwayat al-Bukhari, dan sepenggal kisahnya diungkap dalam Alquran antara lain surat Ibrahim ayat 37, ketika itu Nabi Ibrahim berdoa:
رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ
Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.
Adapun tentang kelahiran dan kehidupan Nabi Ishaq Alquran tidak banyak memuat kisahnya kecuali dalam beberapa ayat, di antaranya surah Hud ayat 71
وَامْرَأَتُهُ قَائِمَةٌ فَضَحِكَتْ فَبَشَّرْنَاهَا بِإِسْحَاقَ وَمِنْ وَرَاءِ إِسْحَاقَ يَعْقُوبَ
Dan isterinya berdiri (dibalik tirai) lalu dia tersenyum, maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang (kelahiran) Ishak dan dari Ishak (akan lahir puteranya) Ya'qub.
Menurut beberapa riwayat, Ishaq dilahirkan di Kan’an (Palestina) ketika usia Sarah 90 tahun. Jarak kelahiran Ishaq dari Ismail sekitar 30 tahun (Lihat, al-Bad-u wat Tarikh, I:143)
Keterangan:
Nabi Ibrahim wafat dalam usia 175 tahun dan dimakamkan dikota al-Khalil (Hebron) di Palestina. Sewaktu Ibrahim as wafat ia meninggalkan putranya yang pertama (Ismail) di Hedzjaz dan putranya yang kedua (Ishaq) di Kan’an (Palestina). Ismail merupakan bapak bagi sejumlah besar suku bangsa Arab. Ia wafat pada usia 137 tahun, sedangkan Ishaq merupakan bapak bagi sejumlah besar suku bangsa Israil. Ia wafat pada usia 160/180 tahun.
Bagaimana kondisi Kan’an (Palestina) pasca Ibrahim dan Ishaq? Apakah waktu itu sudah terjadi konflik antar suku? Alquran tidak banyak membicarakannya, selain sifat-sifat umum keturunan Ibrahim dan Ishaq sebagaimana tercantum dalam surah Ash-Shaffaat ayat 113 sebagai berikut :
وَبَارَكْنَا عَلَيْهِ وَعَلَى إِسْحَاقَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِهِمَا مُحْسِنٌ وَظَالِمٌ لِنَفْسِهِ مُبِينٌ
Kami limpahkan keberkatan atasnya dan atas Ishaq. Dan di antara anak cucunya ada yang berbuat baik dan ada {pula} yang zalim terhadap dirinya dengan nyata."
B.Fase Ya’qub & Yusuf
Ishaq as mempunyai dua anak yakni Isu dan Ya’qub as. Karena perlakuan istimewa dari ayahnya, saudaranya merasa iri terhadapnya. Melihat kenyataan itu, ayahnya menasehatkan agar Ya’qub hijrah dari Kan’an (Palestina) ke negeri Faddan Aram, di sekitar Irak. Di sana telah bermukim seorang pamannya bernama Laban bin Batwil. Kemudian Nabi Ya’qub menikah dengan dua putri Laban. Dari kedua istrinya tersebut ia dikaruniai 12 orang anak, yaitu: Raubin, Syam’un, Lawi/Lawe, Yahuza (asal kata “Yahudi”), Yassakir, Zabulun, Yusuf as, Benyamin, Fad, Asyir, dan Naftah. Dari 12 putranya inilah kemudian keturunannya berkembang. Dalam waktu yang tidak terlalu lama orang-orang Israil sudah menjadi satu suku besar dan berpengaruh, mengembara ke berbagai daerah, dan akhirnya, melalui pantai timur Laut Tengah, mereka sampai ke Mesir, kemudian kembali ke Utara memasuki daerah Palestina.
Kedatangan Bani Israil ke Mesir didahului oleh kedatangan Yusuf as, salah seorang Bani Israil (generasi I), karena “nasib”. Diceritakan dalam Alquran, ia dibuang oleh saudara-saudaranya, kecuali Benyamin, ke dalam sumur tua (QS. Yusuf:10) karena mereka iri melihat kasih sayang orang tua yang berlebihan kepadanya. Lalu saudara-saudaranya menyampaikan berita kepada ayah mereka bahwa Yusuf as telah dimakan serigala. Dia kemudian ditemukan kafilah lalu dibawa ke Mesir dan akhirnya diambil oleh Fir’aun menjadi orang kepercayaannya.
Pada masa selanjutnya, Ya’qub as bersama Bani Israil pindah ke Mesir karena bahaya kelaparan menimpa tempat pemukiman mereka di Kan’an. Ketika itu, Yusuf telah menjadi penguasa Mesir. Pertemuan mereka dengan Yusuf as dikisahkan dalam surah Yusuf ayat 58 hingga 101.
Di Mesir inilah kelak keturunan Ya’qub atau Israil berkembang biak melalui anak-anak yang berjumlah 12 tersebut, sehingga terbentuk menjadi 12 suku Bani Israil.
Selama 100 tahun pertama di Mesir (semasa Nabi Yusuf), Bani Israil hidup dalam suasana aman dan makmur, namun setelah itu mereka hidup dalam kehinaan, sebagaimana akan diuraikan selanjutnya
Keterangan:
Nabi Ya’qub beserta Bani Israil tinggal di Mesir selama 17 tahun dan ia wafat di sana pada usia 147 tahun dan dimakamkan dikota al-Khalil (Hebron) di Palestina. Sedangkan Yusuf wafat setelah Nabi Ya’qub, pada usia 120 tahun (Lihat, Tarikh ar-Rusul wal Muluk, I:140). Sebelum wafat, Nabi Ya’qub telah berwasiat kepada Bani Israil, sebagaimana wasiat Nabi Ibrahim:
وَوَصَّى بِهَا إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَا بَنِيَّ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى لَكُمُ الدِّينَ فَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ (132) أَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنْ بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَهَكَ وَإِلَهَ آَبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَهًا وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ (133)
Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam". Adakah kamu hadir ketika Ya'qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: "Apa yang kamu sembah sepeninggalku?" Mereka menjawab: "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya". Q.s. Al-Baqarah:132-133
Bagaimana kondisi Kan’an (Palestina) ketika Ya’qub, Yusuf, dan Bani Israil di Mesir. Demikian pula pasca Ya’qub dan Yusuf wafat? Apakah waktu itu sudah terjadi konflik antar suku? Alquran tidak banyak membicarakannya. Alquran hanya menyatakan:
تِلْكَ أُمَّةٌ قَدْ خَلَتْ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَلَكُمْ مَا كَسَبْتُمْ وَلَا تُسْأَلُونَ عَمَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ (134)
Itu adalah umat yang lalu; baginya apa yang telah diusahakannya dan bagimu apa yang sudah kamu usahakan, dan kamu tidak akan diminta pertanggungan jawab tentang apa yang telah mereka kerjakan. Q.s. Al-Baqarah:134
C.Fase Musa & Harun
Setelah Yusuf meninggal, Bani Israil kembali hidup sengsara karena diperlakukan oleh penguasa, yakni Fira’un Ramses II, sebagai budak dan pekerja keras, termasuk diantaranya sebagai pekerja paksa untuk membangun pyramid dan istana kerajaan. Tidak hanya itu penguasa Mesir mengeluarkan kebijakan untuk membunuh setiap anak laki-laki yang lahir dari Bani Israil, sedangkan anak perempuan dibiarkan hidup. Sejak saat itulah Bani Israil mengalami penindasan dan pembantaian dari Fir’aun selama beratus-ratus tahun. Kisah penyiksaan ini diungkap dalam Alquran, pada beberapa surat, antara lain al-Baqarah ayat 49 dan al-Qashash ayat 4.
Sesuai dengan kehendak Allah swt, kemudian Nabi Musa as lahir (turunan Bani Israil generasi ke-4, jalur Lawe bin Ya’qub. Lihat silsilah lengkapnya). Beliau diselamatkan Allah swt dari petaka Fir’aun, bahkan menjadi putra angkat sampai menginjak dewasa. Karena membunuh bangsa Mesir untuk membela salah seorang turunan Bani Israil, Nabi Musa as melarikan diri ke Madyan dan menikah dengan salah seorang puteri Nabi Syu’aib as. Setelah selama sepuluh tahun bersama keluarga besar Nabi Syu’aib as, Allah swt memerintahkannya kembali ke Mesir, sebagai seorang rasul yang diutus kepada Bani Israel.
Melihat kaumnya tertindas, atas perintah Allah, Nabi Musa as membawa kaumnya itu keluar dari Mesir. Pada tahun 1200 SM, bertolaklah rombongan kaum Bani Isra'il (12 suku sekitar 600.570/670.000 orang) di bawah pimpinan Nabi Musa meninggalkan Mesir menuju negeri Kan’an (Palestina). Kisah keluarnya Bani Israil dari Mesir itu diceritakan Alquran dalam surah Taha ayat 77 hingga 79
Sebelum sampai di Kan’an, Alquran menerangkan beberapa kejadian yang berkaitan dengan mereka
1. Mereka dikejar Fir’aun dan tentaranya (sekitar 1.200.000/1.500.000 orang) hingga terjebak antara lautan (bagian utara dari Laut Merah) di depan dan Fir’aun berserta tentaranya di belakang. Lalu Allah menyelamatkan mereka dengan menurunkan wahyu kepada Nabi Musa agar memukulkan tongkatnya ke laut, sehingga mereka dapat menyeberangi lautan itu dengan selamat, dan Allah menenggelamkan Fir’aun dan tentaranya. (Lihat, Asy-Syu'ara : 60-68; Yunus : 90-92; Tafsir al-Kasysyaf, V:14)
2. Dalam perjalanan, setelah selamat melintasi Laut Merah, mereka melihat sekelompok orang yang sedang menyembah berhala dengan tekunnya. Mereka berkata kepada Nabi Musa: "Hai Musa. buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala)." Musa menjawab: "Sesungguh-nya kamu ini adalah kaum yang bodoh." (Lihat, al-A’raf:138) Di sini mulai tampak watak asli sebagian besar Bani Israil generasi itu, yaitu ingin menyembah tuhan selain Allah padahal Allah telah melimpahkan karunia-Nya kepada mereka:
a. Membebaskan mereka dari perhambahan dan penindasan Fir’aun ketika di Mesir
b. Menyelamatkan mereka dari kejaran Fir’aun dan dapat menyeberangi laut Merah dengan aman
3. Watak asli sebagian dari mereka itu semakin tampak terlihat selama perjalanan tersebut,
a. Ketika kepanasan, mereka meminta Musa memohon kepada Allah agar menaungi mereka sehingga tidak kepanasan. Di gurun Sinai yang panas terik itu Allah menaungi mereka dengan awan.
b. Ketika bekal makanan dan minuman sudah menipis, kembali mereka meminta Musa untuk diberikan makanan dan minuman. Permintaan ini kembali dikabulkan Allah dengan menurunkan hidangan makanan "manna" (sejenis makanan yang manis sebagai madu) dan "salwa" (burung sebangsa puyuh).
c. Ketika kehabisan air untuk minum dan mandi, kembali mereka meminta Musa untuk diberikan air. Permintaan ini kembali dikabulkan Allah dengan mewahyukan kepada Musa agar memukul batu dengan tongkatnya. Lalu memancarlah dari batu yang dipukul itu dua belas mata air, untuk dua belas suku bangsa Isra'il yang mengikuti Nabi Musa, masing-masing suku mengetahui sendiri dari mata air mana mereka mengambil keperluan airnya. Berbagai tuntutan dan permintaan itu diceritakan dalam surat al-A’raf:160 dan al-Baqarah:61
d. Bani Isra'il pengikut Nabi Musa yang sangat manja itu, merasa masih belum cukup atas apa yang telah Allah berikan kepada mereka, mereka menuntut lagi dari Nabi Musa agar memohon kepada Allah supaya diturunkan bagi mereka tanaman yang tumbuh di tanah berupa sayur-mayur, seperti ketimun, bawang putih, kacang adas dan bawang merah karena mereka tidak puas dengan satu macam makanan. (Lihat, al-Baqarah:61)
e. Ketika Nabi Musa as bermunajat dengan Allah di Bukit Sina, sebagian kaumnya kembali sesat menyembah berhala dan membuat patung anak Sapi atas bujukan Samiri. Dalam peristiwa ini semakin jelas watak asli mereka, yaitu berkeras kepala dan selalu membangkang terhadap perintah Allah yang diwahyukan kepada Nabi Musa. Peristiwa itu dan sifat-sifat keras kepala mereka dijelaskan dalam Alquran surat Thaha:85-98; Al-A’raf:149-155; dan Al-Baqarah:55,56,63,64).
f. Ketika Allah mewahyukan kepada Nabi Musa untuk memimpin kaumnya pergi ke Palestin, tempat suci yang telah dijanjikan oleh Allah kepada Nabi Ibrahim untuk menjadi tempat tinggal anak cucunya, mereka membangkang dan enggan melaksanankan perintah itu. Alasan penolakan mereka ialah karena mereka harus menghadapi suku Kana'an yang menurut anggapan mereka adalah orang-orang yang kuat dan perkasa yang tidak dapat dikalahkan dan diusir dengan adu kekuatan. Mereka tidak mempercayai janji Allah melalui Musa, bahwa dengan pertolongan-Nya mereka akan dapat mengusir suku Kan'aan dari kota Ariha untuk dijadikan tempat pemukiman mereka selama-lamanya. Berkata mereka tanpa malu, menunjuk sifat pengecutnya kepada Musa: "Hai Musa, kami tidak akan memasuki Ariha sebelum orang-orang suku Kan'aan itu keluar. Kami tidak berdaya menghadapi mereka dengan kekuatan fisik karena mereka telah terkenal sebagai orang-orang yang kuat dan perkasa. Pergilah engkau berserta Tuhanmu memerangi dan mengusir orang-orang suku Kan'aan itu dan tinggalkanlah kami di sini sambil menanti hasil perjuanganmu." (lihat, Qs. Al-Maidah:20-24)
Nabi Musa marah ketika melihat sikap kaumnya yang pengecut itu yang tidak mau berjuang dan memeras keringat untuk mendapat tempat pemukiman, tetapi ingin memperolehnya secara hadiah atau melalui mukjizat sebagaimana mereka telah mengalaminya dalam banyak peristiwa. Dan yang menyedihkan hati Musa ialah kata-kata ejekan mereka yang menandakan bahwa hati mereka masih belum bersih dari benih kufur dan syirik kepada Allah. Ketika Nabi Musa tidak sanggup lagi membujuk mereka untuk melaksanakan perintah Allah tersebut, maka Nabi Musa berdoa kepada Allah:
رَبِّ إِنِّي لَا أَمْلِكُ إِلَّا نَفْسِي وَأَخِي فَافْرُقْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ الْقَوْمِ الْفَاسِقِينَ
"Ya Tuhanku, aku tidak menguasai selain diriku dan diri saudaraku Harun, maka pisahkanlah kami dari orang-orang yang fasiq yang mengingkari nikmat dan kurnia-Mu." Q.s. Al-Maidah:25
Sebagai hukuman bagi Bani Israil yang menolak perintah Allah, Allah mengharamkan wilayah Palestina selama 40 tahun. Dan selama itu pula mereka berkeliaran di atas bumi tanpa memiliki tempat bermukim yang tetap (Lihat, Q.s. Al-Maidah:26). Mereka hidup dalam kebingungan sampai mereka musnah semuanya. Sedangkan mereka yang taat terhadap perintah itu dapat memasuki Palestina setelah 40 tahun “kutukan” itu berakhir. (Lihat, Tafsir at-Thabari, X:191). Usaha Nabi Musa as untuk membawa Bani Israil masuk ke Palestina tidak berhasil karena mereka tidak mengikuti petunjuk Nabi Musa as sampai ia wafat pada usia 120/150 tahun. Begitu juga saudaranya Harun as, yang wafat 3 tahun sebelum Nabi Musa. Sementara itu Bani Israil masih dalam kesesatan.
Keterangan:
Jumlah suku Bani Israil pada zaman Nabi Musa diterangkan dalam Alquran
وَقَطَّعْنَاهُمُ اثْنَتَيْ عَشْرَةَ أَسْبَاطًا أُمَمًا
“Dan mereka Kami bagi menjadi dua belas suku yang masing-masingnya berjumlah besar” Q.s. Al-A'raaf : 160
Imam at-Thabari menjelaskan bahwa Allah telah membagi dan menjadikan mereka beberapa suku, yakni 12 suku (Lihat, Tafsir at-Thabari, X:174).
Berdasarkan catatan sejarah, selama periode Nabi Yusuf di Mesir (sekitar 130 tahun sebelum lahir Nabi Musa), jumlah Bani Israel masih berkisar 72 jiwa, kemudian zaman Nabi Musa mereka sudah berkembang menjadi 12 suku dengan jumlah mencapai 600.570/670.000 jiwa (mereka yang beriman dan ikut keluar dari Mesir bersama Nabi Musa) dan masih ada 1.200.000 yang merupakan suku dzariyyah (mereka yang menetap di Mesir). Jadi total populasi mereka saat itu berjumlah 1.800.570/1.870.000 jiwa. Fakta angka tersebut menunjukkan sebuah perkembangan populasi yang sangat signifikan, padahal antara masa Nabi Yusuf dengan Nabi Musa hanya terpaut 400 tahun (4 abad). (Lihat, Tafsir al-Kasysyaf, V:14; at-Tafsirul Munir I hal. 418).
D.Fase Yusa bin Nun
Allah swt. telah memerintah Musa untuk mempersiapkan Bani Israil dan menjadikan mereka para pemimpin, sebagaimana firman-Nya: (artinya) "Dan sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian (dari) Bani Israil dan telah Kami angkat di antara mereka dua belas orang pemimpin …" (QS. al-Maidah: 12)
Tak seorang pun di kalangan Bani Israil yang dapat keluar dari keadaan tersesat selama 40 tahun itu kecuali dua orang, yaitu kedua laki-laki yang memberitahu masyarakat Bani Israil untuk memasuki desa yang dihuni oleh orang-orang Kan’an. Para mufasir berkata bahwa salah seorang di antara mereka berdua adalah Yusya' bin Nun (turunan Bani Israil generasi ke-4, jalur Nabi Yusuf bin Ya’qub. Lihat silsilah lengkapnya). Ia adalah seorang pemuda yang ikut bersama Musa dalam kisah perjalanan Musa bersama Khidir. Dan sekarang ia menjadi Nabi yang diutus untuk Bani Israil. Ia juga seorang pemimpin pasukan yang menuju ke bumi yang Allah swt. perintahkan mereka untuk memasukinya.
Atas wasiat Nabi Musa as, Yusa bin Nun melanjutkan pimpinan Bani Israil generasi berikutnya (anak-anak Bani Israil kaum Musa). Ia membawa mereka memasuki Palestina pada abad ke-13 SM melalui timur laut Sungai Yordan dan menyeberangi sungai itu memasuki kota Ariha dengan memerangi seluruh penduduknya (suku-suku Kan’an). Dengan peristiwa ini mulailah zaman pemerintahan Bani Israil atas bumi Palestina dan mereka berhasil membentuk suatu umat dari dua suku bangsa (Bani Israil dan Kan’an). Sementara negara-negara kuat seperti Mesir dan Mesopotamia tidak mencampuri urusan dalam negeri Palestina ketika itu.
Setelah memimpin Bani Israil di Palestina selama 27 tahun, Yusya bin Nun wafat pada 1130 SM dalam usia 126 tahun. (lihat, al-Kamil fit Tarikh, I:67; al-Maushu’ah al-Musayyarah fil Adyan wal Madzahib wal Ahzab al-Mu’ashirah, I:501)
Periode kepempinan Yusya bin Nun itu menandai babak baru terjadinya konflik antar suku bangsa di wilayah Palestina.
Keterangan:
Silsilah Yusa bin Nun:
Yusa bin Nun bin Ifrahim bin Yusuf bin Ya’qub (Israil) bin Ishaq bin Ibrahim
bin Tarikh (Azar) bin Nahur bin Sarug bin Rau bin Falikh bin Aibar/’Abir bin Syalikh bin Arfakhsadz bin Sam bin Nuh bin Lamik bin Matusyalakh bin Idris (Akhnukh) bin Yard/Yarid bin Mahlil/Mahlail bin Qainan bin Anusy/Yanisy bin Syits bin Adam
Jumlah suku Bani Israil yang dibawa masuk ke Palestina oleh Yusya bin Nun sebanyak 10.000 orang. Sedangkan suku Kan’an (penduduk Palestina) yang diperangi sebanyak 12.000 orang (al-Muntazham, I:94)

Sumber: Ust Amin Mukhtar

Tidak ada komentar: