Pages

Kamis, 23 September 2010

BATAS AKHIR WAKTU SALAT ISYA

Oleh: Ibn Mukhtar
(Bahan diskusi}

Dalam beberapa kamus bahasa disebutkan:
اللَّيْلُ مِنْ غُرُوْبِ الشَّمْسِ إِلَى دُخُوْلِ وَقْتِ الْفَجْرِ
“Malam adalah dari tenggelamnya matahari sampai terbitnya fajar shadiq” (Lihat, at-Ta’arif, I:630).
Adapun dalam istilah syar’i, secara zahir malam itu berakhir dengan terbitnya fajar. Allah berfirman:
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ
dan Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, Yaitu fajar. kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, Q.s. Al-Baqarah:187
Ayat ini menunjukan bahwa al-lail adalah waktu antara terbenam matahari hingga terbit fajar.
Berdasarkan definisi di atas kita akan mengetahui bahwa nishful lail (tengah malam) atau tsulutsul lail (sepertiga malam) itu diukur dari tenggelamnya matahari sampai terbitnya fajar.
Istilah Miqdar Lail Sebagai Waktu Isya
A. Mujmal tanpa Miqdar tertentu
قَالَتْ عَائِشَةُ: أَعْتَمَ رَسُولُ اَللَّهِ ذَاتَ لَيْلَةٍ حَتَّى ذَهَبَ عَامَّةُ اَللَّيْلِ وَحَتَّى نَامَ أَهْلُ الْمَسْجِدِ ثُمَّ خَرَجَ فَصَلَّى, فَقَالَ: إِنَّهُ لَوَقْتُهَا لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي رَوَاهُ مُسْلِمٌ
(Terjemah A. Hasan) Telah berkata Aisyah r.a. ‘Nabi s.a.w. pernah mundurkan (sembahyangnya) pada satu malam, hingga lewat sebagian besar dari (waktu) malam, dan hingga orang-orang masjid tidur, kemudian ia keluar, lalu ia sembahyang, dan ia bersabda : “Kalau tidak aku takut memberatkan umatku, sesungguhnya inilah waktunya”. Diriwayatkan oleh Muslim. (Pengajaran shalat, A.Hassan, 168)

Sebagai catatan bahwa para ulama berbeda pendapat dalam memaknai ‘ammatul lail, antara katsirun minal lail dan aktsaru minal lail. Dalam hal ini tampak jelas bahwa A.Hasan cenderung memaknainya dengan aktsaru minal lail.
B. Tsulutsul Lail atau Nishful Lail
Dari Abu Hurairah, ia berkata, “Nabi saw. bersabda:
لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لَأَمَرْتُهُمْ أَنْ يُؤَخِّرُوا الْعِشَاءَ إِلَى ثُلُثِ اللَّيْلِ أَوْ نِصْفِهِ
“Seandainya tidak memberatkan atas umatku niscaya aku akan memerintahkan mereka untuk mengakhirkan shalat isya sampai sepertiga atau pertengahan malam.” H.r. At-Tirmidzi No. 167
Dalam riwayat Ahmad, Ibnu Adi, ad-Darimi, an-Nasai dengan redaksi:
وَلأَخَّرْتُ عِشَاءَ الآخِرَةِ إِلَى ثُلُثِ اللَّيْلِ الأَوَّلِ
“Pasti aku mengakhirkan shalat isya akhir sampai sepertiga malam yang pertama.”
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ وَهُوَ الْأَنْصَارِيُّ: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَاءَهُ جِبْرِيلُ فَقَالَ: قُمْ، فَصَلِّهْ ، فَصَلَّى الظُّهْرَ حِينَ زَالَتْ الشَّمْسُ، ثُمَّ جَاءَهُ الْعَصْرَ ، فَقَالَ: قُمْ فَصَلِّهْ، فَصَلَّى الْعَصْرَ حِينَ صَارَ ظِلُّ كُلِّ شَيْءٍ مِثْلَهُ ، أَوْ قَالَ: صَارَ ظِلُّهُ مِثْلَهُ، ثُمَّ جَاءَهُ الْمَغْرِبَ، فَقَالَ قُمْ فَصَلِّهْ فَصَلَّى حِينَ وَجَبَتْ الشَّمْسُ، ثُمَّ جَاءَهُ الْعِشَاءَ فَقَالَ: قُمْ فَصَلِّهْ، فَصَلَّى حِينَ غَابَ الشَّفَقُ ، ثُمَّ جَاءَهُ الْفَجْرَ فَقَالَ: قُمْ فَصَلِّهْ فَصَلَّى حِينَ بَرَقَ الْفَجْرُ، أَوْ قَالَ: حِينَ سَطَعَ الْفَجْرُ، ثُمَّ جَاءَهُ مِنْ الْغَدِ لِلظُّهْرِ، فَقَالَ: قُمْ فَصَلِّهْ، فَصَلَّى الظُّهْرَ حِينَ صَارَ ظِلُّ كُلِّ شَيْءٍ مِثْلَهُ، ثُمَّ جَاءَهُ لِلْعَصْرِ فَقَالَ: قُمْ فَصَلِّهْ، فَصَلَّى الْعَصْرَ حِينَ صَارَ ظِلُّ كُلِّ شَيْءٍ مِثْلَيْهِ ، ثُمَّ جَاءَهُ لِلْمَغْرِبِ الْمَغْرِبَ وَقْتًا وَاحِدًا لَمْ يَزُلْ عَنْهُ، ثُمَّ جَاءَ لِلْعِشَاءِ الْعِشَاءَ حِينَ ذَهَبَ نِصْفُ اللَّيْلِ، أَوْ قَالَ: ثُلُثُ اللَّيْلِ، فَصَلَّى الْعِشَاءَ، ثُمَّ جَاءَهُ لِلْفَجْرِ حِينَ أَسْفَرَ جِدًّا، فَقَالَ: قُمْ فَصَلِّهْ، فَصَلَّى الْفَجْرَ ثُمَّ قَالَ: مَا بَيْنَ هَذَيْنِ وَقْتٌ
Dari Jabir bin Abdullah Al Anshori bahwa Rasulullah saw. didatangi Jibril, maka dia berkata, “Berdirilah dan shalatlah”. Maka dia mengerjakan shalat dzuhur ketika matahari tergelincir. Kemudian Ia datang lagi waktu ashar, maka dia (Jibril) berkata, “Berdirilah dan shalatlah”. Maka dia melaksanakan shalat ashar ketika bayangan segala sesuatu sama dengannya, atau dia berkata: ketika bayangannya (Rasulullah saw.) sama dengan dirinya. Kemudian Ia datang lagi maghrib, maka dia berkata, “Berdirilah dan shalatlah”. Maka dia melaksanakan shalat ketika matahari telah terbenam. Kemudian datang lagi isya’, maka dia berkata, “Berdirilah dan shalatlah”. Maka dia melaksanakan shalat Isya’ ketika mega merah telah terbenam. Kemudian datang lagi shubuh, maka dia berkata, “Berdirilah dan shalatlah”. Maka dia melaksanakah shalat subuh ketika fajar sudah terbit. Kemudian Ia datang lagi keesokan hari untuk shalat dzuhur, maka dia berkata, “Berdirilah dan shalatlah”. Maka dia melaksanakah shalat dzuhur ketika bayangan segala sesuatu sama dengannya. Kemudian Ia datang lagi waktu ashar, maka dia berkata, “Berdirilah dan shalatlah”. Maka dia melaksanakan shalat ashar ketika bayangan segala sesuatu dua kali lipat darinya. Kemudian Ia datang lagi waktu maghrib di mana waktu maghrib itu hanya memiliki satu waktu yang senantiasa dibiasakan padanya. Kemudian Ia datang lagi waktu isya’, yaitu dimana telah berlalu separuh malam atau dia berkata: “sepertiga malam”, kemudian dia melaksanakan shalat Isya’. Kemudian Ia datang lagi waktu shubuh ketika fajar telah terang benderang, maka dia berkata, “Berdirilah dan shalatlah”. Maka dia melaksanakan shalat shubuh. Kemudian Jibril berkata, “Antara dua ini adalah waktu”. H.r. Ahmad, al-Musnad III:330 No. 14578 dan An-Nasa’I, Sunan an-Nasai II:325 No. 510.
Dalam riwayat an-Nasai disebutkan:
ثمَّ جَاءَهُ لِلْعِشَاءِ حِيْنَ ذَهَبَ ثُلُثُ اللَّيْلِ الأَوَّلُ فَقَالَ : قُم فَصَلِّ ، فَصَلَّى الْعِشَاءَ ، ثمَّ جَاءَهُ لِلصُّبْحِ حِيْنَ أََسْفَرَ جدًّا
“...Kemudian Jibril datang kepadanya untuk salat Isya, yaitu dimana telah berlalu sepertiga malam pertama. Maka dia berkata, ‘Berdirilah dan shalatlah’. Maka dia melaksanakan shalat Isya’. Kemudian Jibril datang kepadanya untuk shalat shubuh ketika fajar telah terang benderang..”
Dalam riwayat as-Syafi’i, Abu Daud, at-Tirmidzi, ad-Daraquthni, al-Baihaqi, dan al-Hakim dari Ibnu Abas dengan redaksi:
وَصَلَّى بِي الْعِشَاءَ حِيْنَ ذَهَبَ ثُلُثُ اللَّيْلِ ، وَصَلَّى بِي الْفَجْرَ حِيْنَ أَسْفَرَ
“Dan ia (Jibril) salat Isya bersamaku ketika telah berlalu sepertiga malam. Dan ia shalat shubuh bersamaku ketika fajar telah terang benderang”
C. Nishful Lail atau Intishaful Lail
عَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ عَمْرِوٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ نَبِيَّ اَللَّهِ قَالَ : وَقْتُ اَلظُّهْرِ إِذَا زَالَتْ اَلشَّمْسُ, وَكَانَ ظِلُّ اَلرَّجُلِِِِِِِِِِِ كَطُولِِِِِِِِِِِِِِِِهِ مَا لَمْ يَحْضُرْ اَلْعَصْرُ, وَوَقْتُ اَلْعَصْرِ مَا لَمْ تَصْفَرَّ اَلشَّمْسُ, وَوَقْتُ صَلَاةِ اَلْمَغْرِبِِِِِ مَا لَمْ يَغِبْ اَلشَّفَقُ, وَوَقْتُ صَلَاةِ اَلْعِشَاءِ إِلَى نِصْفِ اَللَّيْلِ اَلْأَوْسَط وَوَقْتُ صَلَاةِ اَلصُّبْحِ مِنْ طُلُوعِ اَلْفَجْرِ مَا لَمْ تَطْلُعْ اَلشَّمْسُ رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Dari Abdullah bin ‘Amr bahwasanya Nabi saw. telah bersabda, “Waktu dhuhur, apabila matahari tergelincir (ke sebelah barat) sampai bayang-bayang seseorang sepanjang (badan)nya, selama belum datang waktu ashar; dan waktu ashar selama matahari belum kuning; dan waktu shalat magrib, selama belum hilang tanda merah; dan waktu shalat isya hingga tengah malam yang pertengahan; dan waktu shalat shubuh, dari terbit fajar, selama belum terbit matahari. H.r. Muslim
Masih dalam riwayat Muslim dengan redaksi:
سُئِلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ وَقْتِ الصَّلَوَاتِ، فَقَالَ وَقْتُ صَلاَةِ الْفَجْرِ مَا لَمْ يَطْلُعْ قَرْنُ الشَّمْسِ الْأَوَّلِ، وَوَقْتُ صَلاَةِ الظُّهْرِ إِذَا زَالَتِ الشَّمْسُ عَنْ بَطْنِ السَّمَاءِ مَا لَمْ يَحْضُرِ الْعَصْرُ، وَوَقْتُ صَلاَةِ الْعَصْرِ مَا لَمْ تَصْفَرَّ الشَّمْسُ وَيَسْقُطْ قَرْنُهَا الْأَوَّلُ، وَوَقْتُ صَلاَةِ الْمَغْرِبِ إِذَا غَابَتِ الشَّمْسُ مَا لَمْ يَسْقُطِ الشَّفَقُ، وَوَقْتُ صَلاَةِ الْعِشَاءِ إِلَى نِصْفِ الْلَيْلِ
Rasulullah saw. ditanya tentang waktu shalat (yang lima), beliau pun menjawab, “Waktu shalat fajar adalah selama belum terbit sisi matahari yang awal. Waktu shalat zhuhur apabila matahari telah tergelincir dari perut (bagian tengah) langit selama belum datang waktu Ashar. Waktu shalat ashar selama matahari belum menguning dan sebelum jatuh (tenggelam) sisinya yang awal. Waktu shalat maghrib adalah bila matahari telah tenggelam selama belum jatuh syafaq. Dan waktu shalat isya adalah sampai tengah malam.” H.r. Muslim
Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. bersabda:
إِنَّ لِلصَّلاَةِ أَوَّلاً وَآخِرًا، وَإِنَّ أَوَّلَ وَقْتِ صَلاَةِ الظُّهْرِ حِيْنَ تَزُوْلُ الشَّمْسُ وَآخِرُ وَقْتِهَا حِيْنَ يَدْخُلُ وَقْتُ الْعَصْرِ، وَإِنَّ أَوَّلَ وَقْتِ صَلاَةِ الْعَصْرِ حِيْنَ يَدْخُلُ وَقْتُهَا وَإِنَّ آخِرَ وَقْتِهَا حِيْنَ تَصْفَرُّ الشَّمْسُ، وَإِنَّ أَوَّلَ وَقْتِ الْمَغْرِبِ حِيْنَ تَغْرُبُ الشَّمْسُ وَإِنَّ آخِرَ وَقْتِهَا حِيْنَ يَغِيْبُ الْأُفُقُ، وَإِنَّ أَوَّلَ وَقْتِ الْعِشَاءِ الْآخِرَةِ حِيْنَ يَغِيْبُ الْأُفُقُ وَإِنَّ آخِرَ وَقْتِهَا حِيْنَ يَنْتَصِفُ اللَيْلُ، وَإِنَّ أَوَّلَ وَقْتِ الْفَجْرِ حِيْنَ يَطْلُعُ الْفَجْرُ وَإِنَّ آخِرَ وَقْتِهَا حِيْنَ تَطْلُعُ الشَّمْسُ
“Sesungguhnya shalat itu memiliki awal dan akhir waktu. Awal waktu shalat zhuhur adalah saat matahari tergelincir dan akhir waktunya adalah ketika masuk waktu ashar. Awal waktu shalat ashar adalah ketika masuk waktunya dan akhir waktunya saat matahari menguning. Awal waktu shalat maghrib adalah ketika matahari tenggelam dan akhir waktunya ketika tenggelam ufuk. Awal waktu shalat isya adalah saat ufuk tenggelam dan akhir waktunya adalah pertengahan malam. Awal waktu shalat fajar adalah ketika terbit fajar dan akhir waktunya saat matahari terbit.” H.r. At-Tirmidzi

Dari Anas bin Malik, ia berkata:
أَخَّرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلاَةَ الْعِشَاءِ إِلَى نِصْفِ اللَّيْلِ ثُمَّ صَلَّى، ثُمَّ قَالَ قَدْ صَلَّى النَّاسُ وَنَامُوْا، أَمَّا إِنَّكُمْ فِي صَلاَةٍ مَا انْتَظَرْتُمُوْهَا
Nabi saw. mengakhirkan shalat isya sampai pertengahan malam kemudian beliau shalat, lalu berkata, “Sungguh manusia telah shalat dan mereka telah tidur, adapun kalian terhitung dalam keadaan shalat selama kalian menanti waktu pelaksanaan shalat.” H.r. Al-Bukhari dan Muslim

Catatan:
(1) Miqdar ½ atau 1/3 itu akan digunakan dalam rentang waktu dari Maghrib sampai subuh atau dari Isya sampai subuh? Karena ½ dari keduanya akan menghasilkan ukuran waktu yang berbeda. Demikian pula 1/3. Belum lagi jika dikonversi kepada satuan waktu (jam).
(2) Apakah semua miqdar al-lail di atas akan digunakan sebagai petunjuk miqat zamani lis shihhah (ketentuan waktu sahnya salat Isya) atau lit tafdhil (ketentuan waktu salat Isya yang utama)? Dalam hal ini Imam an-Nawawi berkata:
قَوْلُهُ فَإِنَّهُ وَقْتٌ إِلَى نِصْفِ اللَّيْلِ مَعْنَاهُ وَقْتٌ لِأَدَائِهَا إِخْتِيَارًا وَأَمَّا وَقْتُ الْجَوَازِ فَيَمْتَدُّ إِلَى طُلُوْعِ الْفَجْرِ
“Perkataannya (Nabi): ‘Sesunggunya itu adalah waktu hingga tengah malam’ maknanya adalah waktu untuk pelaksanaannya yang terpilih (utama). Adapun waktu al-jawaz maka panjang hingga terbit fajar” Tuhfatul Ahwadzi, I:429
Dengan perkataan lain bahwa melaksanakan shalat Isya’ di tengah atau sepertiga awal malam itu adalah waktu yang utama, itu jika tidak memberatkan umat Rasulullah saw. Karena waktu ini memberatkan, maka kebiasaan Rasulullah saw. adalah melaksanakan shalat Isya’ di awal waktu, seperti shalat-shalat yang lain atau kalau mengakhirkan, maka tidak selalu di tengah malam, seperti diisyaratkan hadis Aisyah: “pada suatu malam” bahwa itu bukan kebiasaannya.
Tafsir Miqdar al-Lail Secara Astronomis
Untuk mengetahui Miqdar al-Lail waktu Isya yang digunakan dalam hadis-hadis di atas kita dapat menggunakan hitungan sederhana dengan standar ½ dan 1/3. Artinya hitunglah bilangan jam malam, dari terbenam matahari hingga masuk fajar, lalu dibagi standar itu.
Jika yang dijadikan standar ½ maka bilangan jam malam itu dibagi 2. Sebagai contoh: bila waktu terbenam jam 18 dan waktu fajar jam 4, maka jumlah jam malam itu 10 jam. Kalau menggunakan standar ½ berarti 10:2=5 (5 jam). Berdasarkan contoh ini maka yang dimaksud dengan an-nishful awal (½ pertama) adalah dimulai dari jam 18.00 hingga 23.00. Sedangkan yang dimaksud dengan an-nishfus Tsani (½ kedua) adalah dimulai dari jam 23.00 hingga 04.00 pagi.
Jika yang dijadikan standar 1/3 maka bilangan jam malam itu dibagi 3. Sebagai contoh: Jumlah jam malam itu sama dengan di atas 10 jam. Kalau menggunakan satandar 1/3 berarti 10:3=3.33 (3.15 jam lebih). Berdasarkan contoh ini maka yang dimaksud dengan at-tsuluts al-awal (1/3 awal) adalah mulai dari jam 18.00 hingga 21.15 (18+3.15). at-tsuluts ats-tsani (1/3 kedua) adalah mulai jam 21.15 hingga 24.30 (21.15+3.15). at-tsuluts ats-tsalits (1/3 ketiga) adalah mulai jam 24.30 hingga 03.45 (24.30+3.15) atau dibulatkan menjadi 04.00. Jadi, jam berapakah Nabi mengakhirkan waktu salat Isya?
Dalam hadis yang menggunakan miqdar 1/3 terdapat qayyid (pembatas) al-awwal (1/3 pertama). Jadi sabda Nabi:
وَلأَخَّرْتُ عِشَاءَ الآخِرَةِ إِلَى ثُلُثِ اللَّيْلِ الأَوَّلِ
“Pasti aku mengakhirkan shalat Isya sampai sepertiga malam yang pertama.”
Dapat menunjukkan jam 21.15
Sedangkan dalam hadis yang menggunakan miqdar ½ tidak terdapat qayyid al-awwal (½ pertama) atau al-akhir (½ kedua), namun terdapat qayyid al-awsath. Bila yang dimaksud al-awsath itu al-awwal, seperti yang diterangkan as-Shan’ani (Subulus Salam, I:106), maka sabda Nabi:
وَوَقْتُ صَلَاةِ اَلْعِشَاءِ إِلَى نِصْفِ اَللَّيْلِ اَلْأَوْسَط
“Dan waktu salat Isya itu sampai tengah malam pertama”

Bisa menunjukkan jam 23.00.
Namun bila yang dimaksud al-awsath itu al-akhir, maka bisa menunjukkan jam 23.00 hingga 04.00 atau menjelang subuh.
Sedangkan untuk hadis dengan miqdar mujmal
ذَهَبَ عَامَّةُ اَللَّيْلِ
Bila dimaknai aktsar dapat digunakan pendekatan prosentase. Jika kita gunakan standar ½ berarti ammatul lail itu telah lewat an-nishful awwal (½ pertama) dan masuk pada an-nisful akhir (½ akhir), yakni antara jam 23.00 hingga 04.00 pagi. Namun jika kita gunakan standar 1/3 berarti ammatul lail itu telah lewat at-tsuluts tsani (1/3 kedua) dan masuk pada at-tsuluts at-tsalits (1/3 akhir) yakni antara jam 24.30 hingga 03.45.

Andaikata kita menggunakan konversi min. (1/2 akhir) 55 % telah lewat waktu Isya. Artinya 55 % dari 10 jam = 5.5 jam. Waktu magrib jam 18 + 5.30 = 23.30. Bila menggunakan max. 85 % artinya 85 % dari 10 jam = 8.5 jam. Waktu magrib jam 18 + 8.30 = 02.30. Berdasarkan perhitungan ini, maka hadis:
أَعْتَمَ رَسُولُ اَللَّهِ ذَاتَ لَيْلَةٍ حَتَّى ذَهَبَ عَامَّةُ اَللَّيْلِ
Menunjukkan bahwa Nabi pernah salat Isya setelah lewat pukul 02.30 (lihat tabel 1 & 2)

Bagaimana menurut fiqih anda?

Tabel 1. Konversi Miqdar an-Nishful Akhir

PROSENTASE 10 JAM JAM
55 % 5.5 jam 18+5.30 = 23.30
60 % 6 jam 18+6 = 24.00
65 % 6.5 jam 18+6.30 = 24.30
70 % 7 jam 18+7 = 01.00
75 % 7.5 jam 18+7.30 = 01.30
80 % 8 jam 18+8 = 02.00
85 % 8.5 jam 18+8.30 = 02.30

Tabel 2. Konversi Miqdar al-Tsuluts al-Akhir

PROSENTASE 10 JAM JAM
65 % 6.5 jam 18+6.30 = 24.30
70 % 7 jam 18+7 = 01.00
75 % 7.5 jam 18+7.30 = 01.30
80 % 8 jam 18+8 = 02.00
85 % 8.5 jam 18+8.30 = 02.30

klik page Ibnu Muchtar di Fb [disini]

1 komentar:

Anonim mengatakan...

assalamualaikum,bagaimana untuk daerah 4 musim saat musim panas, seperti Eropa utara?

disana (Finlandia) Maghrib jam 11, isya jam 1, subuh jam 2. Sedangkan 1/2 malam berarti jam 12.30. Jadi waktu Isya masuk setelah 1/2 malam. Apakah 1/2 malam berarti ditengah Isya dan Shubuh?

Wassalam